Polemik Pajak Spa

Reaksi Kemenparekraf Mengenai Polemik Pajak Hiburan

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan terus berupaya berkoordinasi dan menyerap aspirasi para pelaku usaha terkait adanya kenaik

Featured-Image
Menteri Kemenparekraf Sandiaga Salahuddin Uno di sela-sela pertemuan bersama para UMKM di Cianjur, Jumat (29/12). Foto: apahabar.com/Riski Maulana

bakabar.com, JAKARTA - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan terus berupaya berkoordinasi dan menyerap aspirasi para pelaku usaha terkait adanya kenaikan tarif Pajak Hiburan dan Kesenian.

"Kami terus berkomunikasi, koordinasi dan menyerap aspirasi kawan-kawan di industri, termasuk proses yang sedang mereka lakukan dan berdiskusi mengawal untuk itu," kata Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Bidang Manajemen Krisis Fadjar Hutomo seperti dilansir Antara, dikutip Selasa (23/1).

Fadjar menyampaikan para pelaku usaha mandi uap (spa) yang tergabung dalam Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) tengah mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan pungutan pajak dengan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen yang dimuat dalam aturan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

Baca Juga: PHRI Bali Konsisten Tolak Kategorisasi Pajak Hiburan untuk Spa

Adapun dalam ketentuan tersebut, kegiatan usaha spa, diskotek, bar, kelab malam dan karaoke termasuk kategori yang mengalami kenaikan tarif PBJT.

Lebih lanjut menurut ASTI, kegiatan spa bukan termasuk hiburan, melainkan termasuk dalam industri kesehatan.

"Dalam perspektif kawan-kawan spa, industri ini bukan kategori hiburan, tetapi terkait dengan industri jasa kesehatan. Mungkin ini kaitannya dengan health and wellness tourism yang tengah kita dorong," ujarnya.

Baca Juga: Pengusaha Spa Tolak Bisnisnya Dimasukkan ke Sektor Industri Hiburan

Fadjar mengatakan Kemenparekraf berkomitmen untuk terus mengawal dan mengkaji kebijakan yang ada agar para pelaku usaha, khususnya pelaku usaha di daerah agar mendapatkan kepastian hukum.

Selain itu, pihaknya juga mendorong implementasi rencana pemberian insentif fiskal terhadap Pajak Penghasilan (PPh) Badan untuk penyelenggara jasa hiburan.

Sektor pariwisata akan diberikan berupa pengurangan pajak dalam bentuk pemberian fasilitas Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 10 persen dari PPh Badan, sehingga besaran PPh Badan yang besarnya 22 persen akan menjadi 12 persen.

Baca Juga: Pengusaha Spa Kompak Tolak Pajak Hiburan 40-75 Persen!

Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Keuangan (Menkeu) akan menyampaikan surat edaran kepada seluruh Bupati/Wali Kota terkait dengan petunjuk pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Jasa Kesenian dan Hiburan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

"Sesuai arahan Presiden, ini dimungkinkan untuk diberikan insentif fiskal seperti yang sedang dielaborasi oleh Pemerintah Kabupaten Badung. Karena ini adalah Perda sehingga kewenangan ada di daerah masing-masing," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Founder Niluh Djelantik dan Aktivis Sosial asal Bali, Ni Luh Putu Ari Pertami Djelantik menyampaikan harapan agar pemerintah pusat memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha.

Baca Juga: EKBIS SEPEKAN: Prabowo Genjot Belanja Negara hingga Protes Pengusaha Spa

Pemerintah diharapkan segera memfinalisasi aturan yang memberikan keringanan atau ketentuan pungutan tarif pajak yang sama seperti sebelumnya kepada semua pengusaha terkait di seluruh Indonesia.

"Tidak hanya Bali saja, mohon perjuangkan masyarakat. Hal ini agar isu-isu tersebut tidak dipolitisir oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mendiskreditkan institusi pemerintah," kata Ni Luh Djelantik.

Editor


Komentar
Banner
Banner