APBN 2022

Defisit APBN 2022 di Bawah 3 Persen, CORE: Ada Ruang Pemulihan Ekonomi

Defisit APBN 2022 tercatat sebesar 2,35 persen menjadi bukti kuatnya pemulihan ekonomi Indonesia.

Featured-Image
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal (Foto: coreindonesia.org)

bakabar.com, JAKARTA - Defisit APBN 2022 tercatat sebesar 2,35 persen menjadi bukti kuat dari pemulihan ekonomi Indonesia. Sebab, UU Nomor 2 Tahun 2020 menetapkan batas defisit APBN perlu di bawah 3 persen untuk tahun 2023. 

Terkait presentase defisit, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai masih terbukanya ruang dari APBN yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung program pemulihan ekonomi.

"Nah itu sebetulnya perlu dimanfaatkan untuk menjalankan program-program yang sifatnya untuk pemulihan ekonomi dan menangani permasalahan-permasalahan yang terjadi, khususnya di tahun ini," ucap Faisal kepada bakabar.com, Kamis (13/7).

Permasalahan itu, menurut Faisal, salah satunya adalah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri padat karya. Ditengarai penyebabnya adalah tidak tercapainya target profit perusahaan.

Baca Juga: Defisit APBN dan Pemulihan Ekonomi, CORE: Tidak Bisa Disimplifikasi

Industri padat karya merupakan sebuah mekanisme produksi dalam industri yang lebih menekankan pada penggunaan tenaga kerja dalam jumlah besar untuk menghasilkan barang atau jasa.

Saat ini, kata Faisal, penciptaan lapangan kerja dalam jumlah masif di sektor industri padat karya tidak seperti dahulu. Ada kecenderungan permintaan tenaga kerja yang menurun disertai dengan penurunan daya beli masyarakat.

"Masalah penciptaan lapangan pekerjaan dan daya beli yang relatif sekarang itu sudah mulai agak lesu lagi daya belinya agak berkurang lagi," ujar Faisal.

Baca Juga: Biaya Perubahan Iklim, Menkeu: Tidak Berasal dari APBN Saja

Ia menambahkan, "Jadi program-program dari pada spending APBN sebaiknya diarahkan untuk hal-hal itu, semestinya."

Dengan demikian, ungkap Faisal, sejumlah program yang berkaitan dengan sektor padat karya harus mulai diinisiasi oleh pemerintah. Termasuk tidak hanya bergantung pada ketersediaan anggaran semata.

Serta tak lupa, Faisal mengingatkan, kualitas dari program-program padat karya harus menjadi perhatian utama. Dengan demikian, efektivitas dari program yang dijalankan bisa dipertangungjawabkan.

Baca Juga: APBN 2022, Menkeu: Bekerja Luar Biasa Jaga Perekonomian dari Pandemi

"Jadi anggaran bisa besar tapi kalau kemudian tidak efektif tidak tepat program-programnya nah ini yang justru mengurangi efektifitas dari pada peningkatan anggaran belanja," tegasnya.

Ketika anggaran yang tersedia mampu digerakkan untuk memunculkan peluang kerja massal dan meningkatkan konsumsi (daya beli) masyarakat, maka dampaknya akan terlihat pada pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, setiap kementerian dan lembaga harus mengambil peran, tidak semata-mata ini menjadi tanggungjawab Kemenkeu.

Faisal menyerukan, "Makanya yang perlu dilihat bukan dari Kementerian Keuangannya, tapi bagaimana eksekusi, koordinasi dengan Kementerian lembaga teknis terkait," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner