bakabar.com, JAKARTA - Dalang ekspor gelap nikel Kalsel ke China adalah PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO). Diklaim tak sengaja, tetap saja merugikan negara Rp41 miliar.
Paling tidak itulah klaim KPK yang mengklarifikasi tak ada penyelundupan. SILO hanya mengirim 5,3 juta ton bijih besi. Dan baru diketahui mengandung nikel 0,5-0,9 persen saat di China.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar merespons skeptis. Kata dia, memang tak ada delik penyelundupan. Tapi penggelapan.
Baca Juga: Kongkalikong SILO dan China Curi Nikel Kalsel!
Hanya saja ia heran. Mengapa kasus SILO masih juga belum ditarik ke ranah hukum. Padahal penggelapan merupakan tindak pidana.
"Sudah ada di RKUHP (Rancangan kitab undang-undang hukum pidana) tentang penggelapan," jelas aktivis HAM itu.
Baca Juga: Ekspor Gelap Nikel Kalsel ke China, Haris Sentil Luhut
Delik tindak pidana penggelapan merupakan salah satu kelompok tindak pidana yang diatur dalam KUHP. Dalam buku kedua (kejahatan), Bab XXIV (penggelapan), dari Pasal 372 sampai Pasal 377.
Dalam pasal penggelapan, pelaku bisa ditahan oleh penyidik. Bahkan sebelum perkara itu diputus pengadilan. Berdasarkan pasal 21 ayat 4 huruf b KUHP.
Pertanyaannya; mengapa hingga kini belum ada gerak hukum yang mengarah ke SILO?
Bukan Cuma Penggelapan, Pidana Pencurian Juga Kena!
Beberapa waktu lalu, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, hukuman belum dilayangkan lantaran tak ada regulasi. Di mana mengatur soal ekspor besi yang terakumulasi kandungan nikel.
Untuk berbaik sangka, Luhut benar. Apalagi katanya, nikel itu tak sengaja terkirim ke China. Pertanyaan selanjutnya; masa iya? Mengingat ekspor tersebut terendus sudah dilakukan sejak 2020.
Apalagi, kasus ini sudah terang. Yang mana Menteri ESDM, Arifin Tasrif menyebut ekspor bijih besi SILO ke China itu adalah tindakan penggelapan nikel.
Baca Juga: Jokowi Kecolongan! Nikel Ilegal Kalsel Ribuan Triliun Bobol ke Cina
Bahkan, tidak hanya penggelapan. Pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar menyebut SILO adalah pencuri. Lantaran izin perusahaan itu bergerak di bidang pertambangan bijih besi. Bukan nikel.
"Nah izin untuk nikelnya kan tidak ada, ya itu pencurian nikel," tegasnya.
Di bagian ini, ia menggunakan KUHP tentang kejahatan terhadap harta benda. Mengambil pasal 362 sampai dengan pasal 367.
Ancaman hukumannya tergantung jenis atau kriteria tindak pidana pencurian yang dilakukan.
Melanggar UU Pengelolaan Wilayah
Mari ke sampingkan dulu urusan ekspor gelap nikel. Ada yang lebih mendasar dari SILO. Soal eksistensinya.
Keberadaan SILO dianggap salah dari awal. Sejak perusahaan bijih besi itu memulai operasinya di Pulau Sebaku, Kotabaru di Kalimantan Selatan pada Juni 2012.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Wahli) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono menyebutnya, ada yang tak beres. "Kok ada izin tambang terbit di pulau kecil?" tanya heran.
Baca Juga: Jawaban Klasik Polri Soal Ekspor Nikel Ilegal Kalsel ke Cina
Sejatinya, pertambangan di tengah pulau kecil sudah dilarang pemerintah. Karena berpotensi merusak lingkungan sekitarnya. Termasuk kawasannya sendiri.
Hal itu bertentangan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014. Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007. Tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau Kecil.
Kesimpulannya; ini tak beres.