News

BPOM Kembali Temukan 7 Produk Obat Sirop Mengandung EG dan DEG

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menemukan obat sirop yang diduga memicu kasus gagal ginjal kepada anak.

Featured-Image
BPOM kembali menemukan sejumlah merek obat sirop yang menganduk EG dan EDG di atas ambang batas. Foto: Pikiran Rakyat

bakabar.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menemukan obat sirop yang diduga memicu kasus gagal ginjal kepada anak.

Obat tersebut berjenis paracetamol sirop yang diproduksi PT Afi Farma.

"Diduga produk tersebut mengandung unsur pidana," papar Kepala BPOM, Penny Lukito, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (31/10).

"Hal itu berdasarkan pengujian dari kandungan produk dan bahan baku. Terlihat cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas," imbuhnya.

Meski sudah terindikasi pidana, BPOM baru menjatuhkan sanksi berupa penarikan 7 produk perusahaan farmasi yang berlokasi di Kediri tersebut.

Sebelumnya hal serupa diberlakukan BPOM terhadap PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.

PT Yarindo Farmatama sendiri memproduksi Flurin DMP Syrup. Sedangkan PT Universal Pharmaceutical Industries memproduksi Unibebi Demam Sirop, Unibebi Demam Drops dan Unibebi Cough Syrup.

Kedua perusahaan tersebut dinyatakan sebagai pelanggar sanksi administratif, serta terduga pelanggar sanksi pidana dalam kaitan kasus yang sama.

Terdapat sejumlah pasal pidana yang disangkakan, karena kedua perusahaan diduga telah memproduksi atau mengedarkan ketersediaan farmasi tidak standar, khasiat dan mutu sebagaimana diatur dalam beleid Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

Termuat dalam Pasal 96 dan 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Selanjutnya mereka juga memperdagangkan barang yang tidak sesuai standar dan syarat ketentuan UU Pasal 62 ayat 1 Tahun 2018, serta UU RI Nomor 8 tentang perlindungan konsumen.

Pelanggaran tersebut membuat penanggungjawab perusahaan diancam pidana penjara paling lama 5 tahun, atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

"Andai penelusuran Bareskrim Polri menemukan kaitan kedua perusahan farmasi tersebut dengan ancaman kematian akibat produk tersebut, pasal disangkakan juga akan dikaitkan dengan pidana lain," tutup Penny.

Editor


Komentar
Banner
Banner