bakabar.com, JAKARTA - Merespons laporan Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP) yang menimpa anak-anak di sejumlah wilayah di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menghentikan sementara izin edar produk olahan makanan impor dari Cina, Latiao.
“Kami mendapat laporan keracunan akibat latiao dari tujuh wilayah, yakni Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selaran, Bandung Barat, dan Pamekasan,” kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam keterangan pers yang dikutip pada Sabtu (2/11/2024).
Menurut dia, BPOM telah melakukan uji laboratorium terhadap produk-produk yang diduga menyebabkan KLBKP tersebut. Hasilnya, ungkap Taruna, BPOM menemukan indikasi kontaminasi bakteri Bacellus Careus dalam sampel produk latiao tersebut.
“Bakteri ini menyababkan gejala-gejala keracunan berupa sakit perut, pusing, mual, dan muntah. Gejala ini cocok dengan yang dilaporkan para korban,” kata dia.
Selain menguji sampel produk, BPOM juga memeriksa gudang importir dan distributor produk tersebut. Menurut Tarunar, BPOM menemukan adanya pelanggaran Cara Peredaran Pangan Olahan yang Baik (CperPOB) oleh importir dan distributor.
Dia menyebut, saat ini terdapat 73 produk latiao yang beredar di dalam negeri. Empat di antaranya, terbukti mengandung bakteri tersebut. Keempat merek latiao yang terbukti terkontaminasi bakteri adalah Luvmi Hot Spicy Latiao, C&J Candy Joy Latiao, KK Boy Latiao, dan Lianggui Latiao.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Taruna mengatakan, BPOM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk menghentikan penjualan latiao pada platform digital.
“Kami juga meminta importir untuk segera melaporkan proses penarikan dan pemusnahan produk latiao kepada kami. Kami juga akan terus memantau kepatuhan mereka,” kata dia, melansir tempo.co.
Taruna mengimbau agar masyarakat memeriksa keamanan produk makanan yang akan dikonsumsi. Ia pun memberikan tips untuk memilah produk pangan dengan metode cek KLIK, yakni cek kemasan, label, izin edar, dan kadaluarsa.
"BPOM akan terus meningkatkan pengawasan pre dan post-market terhadap produk pangan yang beredar di masyarakat," ujar Taruna.(*)