Dinasti Politik Jokowi

Aktivis HAM: Politik Dinasti Persis Korut, Produknya Kim Jong Un

Otomatis kekuasaan diturunkan dari keluarga ke keluarga lainnya.

Featured-Image
Haris Azhar saat melakukan kuliah untuk melawan (kultum) di Universitas Indonesia. apahabar.com/Rubiakto

bakabar.com, DEPOK - Korea Utara jadi contoh dinasti politik. Petinggi negara model King Jong Un jadi produk paling nyata. Otomatis kekuasaan diturunkan dari keluarga ke keluarga lainnya.

Aktivis HAM sekaligus Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar mengungkapkan dampak buruk dari sebuah politik dinasti. Hal itu dikatakan Haris saat di Universitas Indonesia (UI), Kamis (9/11).

Menurut Haris, Kim Jong Un merupakan produk politik dinasti yang berpotensi melakukan pelanggaran HAM dan tidak ada regenerasi kepemimpinan lain.

Baca Juga: Berpasangan dengan Gibran, Prabowo Maklumi Dinasti Politik

Dia menambahkan Kim Jong Un merupakan produk dari praktik politik kekuasaan mengandalkan dinasti. Karena dia menjadi Presiden Korea Utara karena warisan bapaknya Kim Jong Il. Bahkan jabatan tersebut diwariskan dari kakeknya Kim Il Sung.

"Seolah-olah perlawanan menjaga ideologi yang mereka pilih dan mereka jalani itu sebagai perlawanan dari sebuah politik global. Lalu, simbolisasi itu yang dipelihara dan seolah-olah itu hanya bisa dilakukan oleh rentetan keluarga mereka saja," tutur Haris.

Kata Haris, Kim Jong Un sebagai satu contoh bagimana politik dinasti itu dijalankan dan hasilnya praktik dinasti dan pelanggaran HAM.

"Dia hanya menghasilkan situasi yang memiskinkan, menguntungkan sekelompok elite saja, begitu banyak pelanggaran HAM," kata Haris. 

Dinasti Politik Banten

Haris mengungkapkan bahwa agenda reformasi dulu bergerak dari kampus kuning kemudian menyebar kebanyak tempat di Indonesia. Namun, dibajak berbagai kelompok dinasti yang kecil-kecil.

Hal tersebut, lanjut Haris, bukannya menjadi agenda untuk dihilangkan, tapi justru tumbuh subur.

"Kita lihat di Banten bagaimana dinasti itu bekerja, di berbagai tempat lain, anaknya, keponakannya, adiknya, iparnya, di skala-skala kecil, itu sudah banyak risetnya yang cukup cerdas menggambarkan situasi itu," ungkap Haris.

Baca Juga: Menakar Posisi MK, Penjaga Konstitusi atau Dinasti Jokowi!

Padahal ada kecerdasan, bukti dan data yang seharusnya diakomodir serta diserap penguasa di pusat. Tapi justru dihilangkan. Terjadi hari ini dipakai sebagai argumentasi.

"Jadi kesalahan, pelanggaran bahkan kejahatan ketika didengungkan berulang-ulang, diperbanyak agen-agennya yang bersuara maka akan menjadi sebuah fakta yang diharus terima," imbuhnya.

Sehingga anak muda harus menerima, padahal dari data tersebut berbagai macam riset. Bukti dan data menunjukkan bahwa itu salah. Seharusnya penguasa yang terlembaga, terintistitusi diberikan mandat harusnya bekerja untuk kebaikan tersebut.

Baca Juga: Tanggapi Isu Dinasti Politik, Jokowi Sebut Rakyat yang Menentukan

"Kebaikan apa, kebaikan menghilangkan pelanggaran, kejahatan, penguasaan yang ngumpet di istilah-istilah yang baik, tapi sebetulnya yang merasakan hanya dia-dia saja, pengusahanya dia, penguasanya dia, regenerasinya dia-dia aja," pungkas Haris.

Editor


Komentar
Banner
Banner