bakabar.com, JAKARTA - UNESCO menetapkan tanggal 23 Agustus sebagai peringatan Hari Internasional untuk Mengenang Perdagangan Budak dan Penghapusannya.
Pada tanggal 22 Agustus hingga 23 Agustus 1791, di malam hari masyarakat Santo Domingo, yang sekarang menjadi Haiti melakukan pemberontakan untuk mendapatkan kebebasan. Pemberontakan ini memicu peristiwa yang akhirnya terkenal dengan nama Revolusi Haiti.
Revolusi Haiti pada 1790 adalah bentuk kemarahan yang terpendam atas rasisme yang terjadi selama beberapa dekade. Hal ini juga bertepatan dengan kerusuhan yang disebabkan oleh Revolusi Perancis dan terus berlanjut antar negara-negara Eropa. Pada tanggal 1 Januari 1804, pulau Haiti merdeka dan perbudakan pun dihapuskan.
Keberhasilan dari pemberontakan ini dipimpin oleh rakyat Haiti dan merupakan inspirasi yang mendalam untuk melawan segala bentuk perbudakan, rasisme, diskiminasi rasial dan ketidakadilan sosial.
Baca Juga: Lima Gedung Bersejarah yang jadi Saksi Bisu Kemerdekaan Indonesia
Dilansir National Today, selama 400 tahun, 15 juta orang di Afrika menderita karena menjadi korban perdagangan budak. Ribuan pria, perempuan dan anak-anak diusir dan dijual sebagai budak.
Konflik di pulau Haiti bermula sejak kedatangan Spanyol pada abad ke-15, memaksa penduduk asli untuk menambang emas dengan kondisi yang tidak manusiawi dan membuat gelombang penyakit baru pada pulau tersebut. Hingga pada akhir abad ke-16 penduduk asli pulau Haiti hampir punah karena perbudakan yang sangat brutal tersebut.
Spanyol kemudian mengirimkan orang-orang dari kepulauan Karibia untuk melanjutkan penambangan tersebut, dengan nasib yang naas, pada akhir abad ke-17 populasi budak di Haiti mencapai lebih dari 5 ribu orang.
Ketidakadilan dan penindasan yang tak manusiawi ini akhirnya memicu terjadinya Revolusi Haiti. Pemberontakan besar dan berdarah yang akhirnya berhasil mengantarkan rakyat Haiti menjadi warga yang merdeka sepenuhnya, terbebas dari perbudakan, dan bisa menentukan hidupnya sendiri.
Untuk mengenang itu, kemudian pada tahun 1997, The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan tanggal 23 Agustus sebagai Hari Peringatan Internasional Perdagangan Budak dan Penghapusannya, untuk memberikan penghormatan kepada semua orang yang memperjuangkan kebebasan dan mengajarkan nilai dan kisah mereka.
"Sudah waktunya menghapuskan eksploitasi manusia untuk selamanya, mengakui martabat setiap individu setara dan tanpa syarat," kata Audrey Azoulay, Direkrur Jendral UNESCO.
Baca Juga: 15 Agustus 1945, Sejarah Kemerdekaan Terjadinya Kekosongan Kekuasaan di Indonesia
Peringatan ini pertama kali dirayakan di sejumlah negara, seperti di Haiti pada tahun 1998, dan Pulau Goree di Senegal pada 1999.
"Hari ini, marilah kita mengenang para korban dan pejuang perbudakan agar selalu menginspirasi generasi kedepannya membangun masyarakat yang adil," tutupnya, dilansir UNESCO.