bakabar.com, JAKARTA - Warga Wadas menolak menghadiri forum pelepasan
hak atas tanah dan pemberian ganti kerugian pengadaan tanah untuk pertambangan yang rencananya akan dilaksanakan di Balai Desa Wadas.
Penolakan warga Wadas yang tergabung dalam GEMPADEWA itu menegaskan kembali komitmen warga Wadas dalam menjaga kelestarian alam dan keselamatan warga Wadas dari rencana pertambangan Batu Andesit untuk Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.
Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) Sudiman
mengungkapkan keteguhan hati warga yang tidak akan melepas tanahnya untuk pertambangan. Komitmen warga Wadas untuk mengusir pertambangan dari Desa Wadas tidak pernah berubah sampai saat ini, meskipun warga harus mendapatkan intimidasi dan kekerasan dari pemerintah.
"Sejak ada rencana tambang di Wadas, warga sepakat untuk menolak. Sikap itu
nggak pernah berubah sampai detik ini. Bagi kami, tambang nggak akan memberi
manfaat apapun ke warga Wadas. Opo gunane oleh milyaran nek bakale mati
kelungsuran watu (Apa gunanya dapat milyaran kalau bakal mati kelongsoran batu)," ungkap Sudiman dalam keterangannya kepada bakabar.com, Sabtu (30/9).
Baca Juga: Kasus Wadas, Akademisi: Cara Kotor Pemerintah Rampas Tanah Warga
Senada, salah satu pimpinan pemuda Desa Wadas, Siswanto menegaskan bahwa
warga tidak akan menandatangani dokumen pelepasan tanah untuk pertambangan.
Komitmen penolakan warga atas rencana pertambangan semakin menguat karena
tidak adanya komitmen pemerintah untuk memikirkan keselamatan warga Wadas
ke depannya.
Beberapa tuntutan warga soal tanggung jawab pemerintah atas keselamatan warga dari ancaman dampak buruk pertambangan, memastikan jarak aman antara permukiman dengan lokasi galian tambang, membangun jaring pengaman ekonomi warga, dan tuntutan lainnya tidak pernah dibahas secara serius.
Kata Siswanto, yang terjadi justru pelanggaran HAM. Pemerintah terus mengintimidasi dan menakut-nakuti warga agar melepas tanahnya.
“Setelah rembug panjang sama semua warga, GEMPADEWA akhirnya memantapkan sikapnya untuk menolak menandatangani dokumen pelepasan tanah untuk tambang," ujarnya.
Baca Juga: Kasus Tambang Wadas, Ahli IPB: Bukti Kelindan Relasi Kekuasaan
Siswanto menambahkan, "Di kepala pejabat-pejabat itu cuma uang dan menyukseskan pembangunan PSN. Nggak ada niat untuk memikirkan hidup kami kedepannya."
Misalnya saja, tuntutan warga soal tanggung jawab keselamatan dan jarak
aman antara rumah warga dan lokasi galian, tidak pernah digubris. Yang terjadi di lapangan, pertambangan tetap berjalan.
"Udah hampir setahun yang lalu Pak Ganjar dan BBWS-SO janji akan membahas masalah ini secara serius. Tapi ya zonk," katanya.
Hal serupa diamini Talabudin, seorang pemuda Wadas. Ia menegaskan sikap
pemuda Wadas untuk menjaga setiap jengkal tanah di Wadas agar tidak dilakukan
pertambangan. Tanah bagi warga Wadas adalah sebuah kehormatan dan harus dipertahankan dan dibela mati-matian.
Baca Juga: IPL Sudah Habis, Gempadewa: Hentikan Penambangan Andesit di Desa Wadas
“Pokoke Sedhumuk Bathuk Sanyari Bumi Ditohi Pati”, ungkap Talabudin.
Pernyataan serupa dilontarkan Susi dari Wadon Wadas. Dia meminta pemerintah untuk bertanggung jawab atas trauma yang dialami oleh warga Wadas, utamanya
perempuan dan anak-anak. Hal itu seiring dengan represifitas yang dilakukan oleh ribuan aparat keamanan pada tahun 2021 dan 2022 lalu.
"Sampai saat ini warga Wadas masih merasa khawatir kejadian tersebut kembaliterulang apabila warga terus menolak pertambangan," paparnya.
Karena itu, warga Wadas berharap dukungan dari seluruh elemen masyarakat agar mendukung perjuangan dalam melawan kesewenang-wenangan yang ingin merampas tanah mereka.