bakabar.com, JAKARTA -Ombudsman RI dapati laporan dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (SSR).
SSR mengendus tiga BUMN yang diduga melakukan praktik maladministrasi dalam penjualan senjata ilegal ke Myanmar.
Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, mengatakan pihaknya telah menerima audiensi dan laporan Koalisi SSR.
Baca Juga: 3 Polisi Penjual Senjata Ilegal Mesti Dijerat UU Terorisme dan Dipecat
Dia menyebut, pihaknya akan bekerja sesuai kewenangan, tugas, dan fungsi Ombudsman dalam peraturan perundang-undangan.
"Ombudsman akan mendalami juga menelaah, sejauh mana itu menjadi kewenangan Ombudsman, dan juga menelaah maladministrasi teman-teman koalisi," ujar Najih dalam siaran Youtube Ombudsman RI yang dikutip pada Kamis (19/10).
Diketahui. Tiga BUMN itu bergerak di industri pertahanan. Yaitu, PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia. Yang mana berinduk pada perusahaan Defend ID/PT Len Industri (persero).
Baca Juga: Pemasok Senjata Ilegal ke Teroris Bekasi Ternyata Residivis 2017
Dari keterangan Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibran. Pihaknya menemukan, keterlibatan BUMN ada dalam dugaan suplai senjata dan amunisi ilegal ke Myanmar.
"Nah, kaitannya dengan dugaan kuat suplai senjata dan amunisi ilegal ini kami tengarai berdampak pada pelanggaran HAM berat yang terjadi di Myanmar terhadap etnis Muslim Rohingya," jelas Julius dalam kesempatan yang sama.
Bahkan, bisnis yang dilakukan dengan skema yang dia sebut broker. Bukan head to head alias langsung antara jenderal dengan BUMN.
Baca Juga: IPW Desak Polri Periksa Senjata yang Diperjual-belikkan Anggota
Biar tahu sekalian. Broker adalah individu atau perusahaan yang menjadi perantara transaksi antara investor atau konsumen.
Lanjut dia, Broker itu dimiliki langsung oleh salah satu pejabat tinggi di level menteri dalam pemerintahan Junta Militer Myanmar.
"Kita tahu bisnisnya, suplainya tidak head to head langsung antara jenderal dengan BUMN, tapi melalui broker," ujar Julius.