utang Indonesia

Utang Indonesia Membengkak Tiap Tahun, Pengamat: Itu Hal Wajar

Total kewajiban bayar utang pemerintah Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. 

Featured-Image
Pengamat ekonomi dari Universitas Jember Ciplis Gema Qori'ah. Foto/Dok

bakabar.com, JAKARTA - Total kewajiban bayar utang pemerintah Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bersandar laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) BPK, pemerintah harus membayar utang Rp902,37 triliun di 2021. Jika ditelaah, total pembayaran utang selama 2021 meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Rinciannya, di 2017 pengeluaran utang pemerintah sebesar Rp566,78 triliun, di 2018 sebesar Rp759,26 triliun, dan 2019 sebesar Rp837,91 triliun. Selanjutnya tahun 2020 sebesar Rp770,57 triliun.

Per April 2023 utang pemerintah mencapai Rp7.849,3 triliun. Sebanyak 73 persen utang Indonesia berasal dari dalam negeri dalam bentuk mata uang rupiah dengan besaran Rp5.720,9 triliun.

Terkait angka utang Indonesia yang terus meningkat drastis pada tahun 2023, pengamat ekonomi dari Universitas Jember Ciplis Gema Qori'ah menilai hal itu wajar. Lantaran tidak ada antisipasi risiko di dalam pembiayaan anggaran negara saat pandemi COVID-19 yang terjadi pada tahun 2020 hingga 2022.

Baca Juga: Utang Indonesia Tembus 7.000 T, Pemerintah Pede Bayar

"Kita tahu bahwa anggaran pada tahun 2020-2021 itu pastinya satu tahun sebelumnya diadakan sebuah rancangan RAPBN, atau prediksi atas kebutuhan pembiayaan tahun depan. Sehingga di dalam prediksi tidak dimasukkan adanya shock atau kejadian yang di luar prediksi, seperti pandemi COVID-19," ujar Ciplis saat dihubungi bakabar.com, Rabu (7/6).

Belajar dari kejadian pandemi COVID-19, pemerintah seharusnya memasukkan anggaran risiko untuk mengantasipasi jika ada kejadian yang tidak terprediksi.

"Ini penting, supaya ke depan kalau terjadi risiko itu kita tidak lagi menambah beban hutang di masa yang akan datang, Kita tidak akan tahu risiko apa yang terjadi di tahun berikutnya, oleh karena itu di dalam postur anggaran APBN harus diposkan atau dipikirkan mengenai biaya penanggulangan risiko apapun itu," terangnya.

Selain untuk pembiayaan akibat kejadian tidak terduga seperti pandemi COVID-19, pemerintah melakukan pembiayaan melalui utang untuk mendukung sektor-sektor produktif di dalam memperkuat makro ekonomiIndonesia. Ciplis menggarisbawahi, pembiayaan melalui hutang harus melalui perhitungan yang tepat.

Baca Juga: Utang Indonesia Rp 1.000 Triliun per Tahun, Begini Faktanya!

Selama ini, menurut Ciplis, Indonesia mampu membayar utang yang peruntukannya digunakan untuk membiayai sektor-sektor produktif seperti pembangunan infrastruktur dan sektor jasa ekspor. Pembangunan infrastruktur tersebut dinilai mampu mendorong pertumbuhan ekonomi karena bertujuan untuk mengurangi biaya dan mempercepat distribusi barang dan jasa.

Sehingga ketika ekonomi semakin bergeliat, maka sedikit demi sedikit utang Indonesia akan semakin berkurang. "Artinya kondisi ekonomi makro membaik, pertumbuhan membaik, maka insya Allah yang namanya utang beban itu akan kita bayar di tahun berikutnya," ujarnya.

Cuplis pun menyimpulkan tidak semua utang negatif, jika digunakan untuk hal-hal produktif demi meningkatkan perekonomian nasional.

Baca Juga: Utang Negara, CELIOS: Capres Harus Punya Konsep Turunkan Beban Utang

"Artinya itu ada di dalam pemikiran makro ekonomi Indonesia, Mengapa? kalau itu bisa digunakan secara baik maka itu akan berdampak positif terhadap perkembangan ekonomi Indonesia," ujarnya

Dia menambahkan, "Tapi dengan catatan, tidak digunakan secara semena-mena karena itu akan menambah beban di masa mendatang."

Editor
Komentar
Banner
Banner