bakabar.com, JAKARTA - Ada kabar baru dari tragedi putusnya jalan nasional di Km 171, Satui, Tanah Bumbu yang diduga imbas ugalnya aktivitas pertambangan batu bara.
Teranyar, Menteri ESDM Arifin Tasrif mulai mengevaluasi satu per satu izin usaha pertambangan (IUP) yang diduga menjadi biang kerok amblasnya jalan nasional penghubung Kalimantan Timur-Kalimantan Selatan tersebut.
"Kami evaluasi (perusahaan tambang yang merusak jalan). Kalau memang banyak dipakai ya mereka juga harus juga tanggung jawab, karena jalan digunakan bukan untuk urusan ngangkut hasil tambang," jelas Arifin saat ditemui bakabar.com di Gedung ESDM, Jakarta Pusat, Jumat siang (6/1).
Baca Juga: Amblasnya Jalan Nasional Km 171 Satui Tanbu, Tanggung Jawab Siapa?
Arifin menyamakan kasus putusnya jalan nasional Km 171 dengan kerusakan jalan nasional di Jalan Lingkar Selatan Kota Jambi imbas padatnya angkutan truk batu bara yang melintas.
"Ini kasusnya sama nih seperti yang di Jambi, ya gitu jalan nasional digunakan untuk aktivitas tambang, akhirnya sekarang 'kan solusinya mereka tuh urunan, untuk bangun jalan sendiri," imbuhnya.
Bicara ganti rugi, Arifin berkata itu adalah tanggung jawab Kementerian Pekerjaan dan Perumahan Rakyat (PUPR) khususnya Direktorat Jenderal Bina Marga. Sebab, merekalah yang mempunyai kewenangan dalam penyelenggaraan jalan nasional.
"Yang dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan jalan nasional dibentuk Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing," lanjutnya.
Uang Ganti 10 M
Jalan nasional Km 171 sampai hari ini masih terputus. Hanya kendaraan roda dua yang bisa melintas. Sedangkan mobil, bus, atau truk harus memutar ke jalan alternatif yang dibangun pemkab.
Insiden pada Rabu 28 Septermber dini hari itu turut membuat belasan rumah warga retak-retak. Mereka pada akhirnya terpaksa mengungsi sembari berharap ada ganti rugi.
Baca Juga: Menteri ESDM Bicara Tragedi Longsor 171 Satui, Warga: Evaluasi Seluruh IUP!
"Kami berharap segera ada penggantian terhadap bidang tanah dan bangunan mereka yang saat ini sudah tidak bisa ditempati lagi," jelas kuasa hukum warga terdampak longsor Km 171, Agus Rismalianoor dihubungi terpisah, Jumat sore (6/1).
Sesuai nilai appraisal yang dikeluarkan Pemkab Tanah Bumbu beberapa waktu tadi, kata Agus, total kerugian yang didera 23 keluarga dengan total 171 jiwa tersebut bernilai Rp10 miliar. "Tapi sampai sekarang tidak ada juga realisasinya," jelasnya.
Pun demikian dengan tim independen yang dibentuk sekretaris daerah Tanah Bumbu, kata Agus, keberadaannya kini bak hilang ditelan bumi.
Menilik ke belakang, warga sedianya sempat menolak penghitungan nilai ganti rugi tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya mereka mau menerima setelah diberi pengertian. "Tapi setelah warga setuju, malah sekarang tidak ada kabar," jelasnya.
Dua Perusahaan
Perusahaan mana saja yang dimaksud menteri ESDM?
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Pantauan bakabar.com, dua perusahaan masih tetap aktif beroperasi pasca-longsornya Km 171. Pertama PT Arutmin Indonesia, dan kedua PT MJAB.
PT Arutmin memang tak melakukan aktivitas pertambangan batu bara di dekat jalan yang longsor. Namun, jalan yang longsor dan putus serta permukiman warga yang hancur dilaporkan ada dalam areal konsesi anak perusahaan PT Bumi Resources Tbk itu.
"Lucu kan terbit IUP di jalan nasional," jelas ketua Barisan Muda Kalimantan itu.
Agus lantas mempertanyakan bagaimana proses penerbitan IUP tersebut. Sedari dulu, masih kata Agus, ada kesan IUP terbit sekadar di atas meja. "Asal setoran lancar, IUP di lokasi mana saja bisa terbit," jelasnya.
Baca Juga: Longsor 171 Satui, Komisi VII: Setop Izin Perusahaan Tambang Bermasalah!
Lebih jauh, Agus juga menyoroti pernyataan menteri ESDM yang menyebut penyebab longsor Km 171 adalah angkutan batu bara.
Berkaca aturan, jarak minimal antara tambang dengan badan jalan tak boleh lebih dari 500 meter. Nyatanya di Km 171 Satui kurang dari itu. Selemparan batu, atau hanya berjarak sekira 5 meter dari bekas galian tambang yang sudah tak lagi aktif beroperasi.
Sementara dengan lokasi tambang yang masih aktif beroperasi, jaraknya berkisar 150 meter. Kini kedua lubang bekas galian tambang tersebut sudah menyatu. Sulit membedakan mana yang masih aktif dan mana yang tidak.
Lantaran aktivitas tambang semakin hari kian mendekati badan jalan, pada Rabu (28/9) dini hari, longsor terjadi di Km 171 yang berstatus jalan nasional.
Sebuah rumah tak berpenghuni ikut ambruk. Tidak ada korban jiwa. Namun panjang ruas jalan yang ambruk berkisar 10 meter dengan lebar 3 meter, masih berpotensi melebar.
Agus berkata Menteri ESDM terlihat seperti tak menguasai masalah. "Ada baiknya Kementerian ESDM segera turun langsung ke lokasi, jangan rakyat diberikan informasi sesat," jelasnya.