bakabar.com, BATULICIN - Amblasnya jalan nasional Kilometer 171 Desa Satui Barat, Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) menyisakan beragam pekerjaan rumah pemerintah. Arus lalu lintas masih terganggu, belasan kepala keluarga terpaksa mengungsi. Kini perusahaan terkesan saling lempar penanganan.
Sementara amblasnya jalan membuat pengendara mobil roda empat ke atas belum bisa melalui jalan penghubung Tanah Laut-Tanah Bumbu. Rumah warga ikut retak-retak, diduga sebagai dampak dari aktivitas pertambangan yang semakin mepet ke jalan.
Longsor pada Rabu (28/9) dini hari itu merusak 200 meter ruas jalan. Adapun kerusakannya mencapai sepanjang 20 meter. Masih berpotensi melebar. Selain jalan nasional, setidaknya 23 rumah rusak-rusak. Belum termasuk sebuah rumah tanpa penghuni yang ikut ambruk.
Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mempertanyakan peran pengawasan pemerintah dan penegak hukum. Kis, sapaan karibnya, melihat ada kesan pembiaran terhadap aksi penambangan yang kian hari makin memepet permukiman warga juga jalan nasional.
“Ke mana saja pemerintah dan penegak hukum? Kenapa selalu lalai dan membiarkan kejadian ini terulang terus,” seru Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono kepada bakabar.com.
“Kami tidak sepakat kalau akhirnya pembangunan ulang jalan longsor itu menggunakan uang negara. Semestinya perusahaan terkait yang harus bertanggung jawab.”
Mencegah peristiwa berulang, Walhi mendorong pemerintah bertindak tegas terhadap apa yang mereka sebut sebagai kejahatan lingkungan hidup tersebut.
“Izin perusahaan tersebut harus dicabut, kemudian dikenakan kewajiban memulihkan lingkungan dan kerusakan jalan,” bebernya.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
View this post on Instagram
PT. Mitra Jaya Abadi Bersama (MJAB) sempat dituding sebagai biang kerok longsornya Jalan Nasional Km 171, Kecamatan Satui, Tanah Bumbu.
Namun, Kapolsek Satui, Iptu Hardaya justru menyebut sejumlah nama perusahaan lain: PT Autum dan PT ABC. IUP mereka-lah yang berada di bibir jalan nasional itu. Sementara di sebelah kanan jalan merupakan tambang milik PT. Arutmin.
"Kalau konsesi PT MJAB, ke dalam lagi. Sekitar 240 atau 250 meter dari bibir jalan," katanya dihubungi terpisah.
Dalam areal tambang tersebut, polisi mengendus indikasi aktivitas penambangan yang dilakukan bukan mewakili perusahaan, melainkan pribadi oknum tertentu. Mereka menambang di lokasi eks tambang perusahaan.
Menurutnya, sudah pas jika pihak MJAB melakukan penguatan badan jalan yang longsor. Namun mestinya, lanjut dia, itu juga dilakukan perusahaan lainnya yang terkait dengan areal tambang tersebut.
"Tapi sampai ini, yang peduli akan hal itu hanya MJAB," tambahnya.
Kasus longsornya jalan nasional di Kecamatan Satui juga mendapat perhatian dari mantan Direktur Walhi Nasional, Berry Nahdian Forqon sebab pelanggarannya ada di depan mata.
"Bagaimana bisa penambang sampai menambang di pinggir jalan negara?" ujar inisiator Jaringan Advokasi Tambang Kalsel ini.
Bukan hanya peristiwa pidana yang di depan mata, longsornya jalan nasional Km 171 Satui juga berimbas pada mata pencaharian dan keselamatan jiwa warga setempat.
"Longsor di objek vital nasional ini harus diusut oleh Mabes Polri," jelasnya.
Respons Perusahaan
Kepala Teknik Tambang (KTT) MJAB Arifin Noor Ilmi mengatakan pihaknya bekerja berdasar acuan dan kajian lingkungan serta dengan perizinan yang lengkap.
“Perusahaan kami dalam melakukan pertambangan sudah sesuai dengan perizinan dan kajian lingkungan yang disetujui pemerintah,” ujarnya kepada sejumlah media.
Ilmi menjelaskan keberadaan IUP PT MJAB yang saat ini beraktivitas dengan titik lokasi terjadinya kerusakan jalan dan permukiman warga cukup jauh. Yakni berkisar antara 200-250 meter.
“Kita ketahui bersama di sekitar lokasi longsor juga terdapat pemegang perizinan lainnya yang melakukan pertambangan. Bahkan itu beraktivitas di depan IUP kami, yang notabene lebih dekat dengan lokasi terjadinya longsor,” tuturnya.
“Sepengetahuan kami ada perizinan-perizinan lainnya yang sudah tidak berlaku atau tidak diperpanjang lagi serta sudah tidak beraktifitas. Namun sampai sekarang masih meninggalkan bekas galian tambang,” tambahnya.
Kemudian terkait masalah sosial-lingkungan, klaim Ilmi, perusahaan sudah memperhatikan warga di sekitar tambang, baik berupa pemberian tali asih dan santuan tiap bulan.
Ilmi meminta pihak-pihak terkait lebih objektif dalam masalah ini baik itu dari aspek keilmuan dan membantah tudingan yang selama ini beredar di masyarakat.
“Kami tidak menutup mata dan tidak benar PT MJAB tak memiliki itikad baik, kami punya bukti-bukti yang konkret,” pungkasnya.
Ambasnya jalan nasional Km 171 Satui nyatanya berada di konsesi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT. Arutmin Indonesia Tambang Satui. Humas Arutmin Sri Fitriani tak membantahnya.
“Benar ini masuk wilayah konsesi Arutmin, tetapi kami baik di masa lalu atau waktu dekat tidak ada rencana melakukan penambangan di areal tersebut,” ujarnya, tempo hari.
Dalam hal ini pihak PT Arutmin hanya sebatas membantu pemerintah daerah dan masyarakat terkait rencana pengalihan jalan akibat longsor.
Ditanya mengenai adanya aktivitas pertambangan batu bara yang tidak terkontrol di konsesi Arutmin, Sri rupanya sudah mengetahui.
“Tahun lalu sudah kita laporkan ya. Dan sepanjang pengetahuan saya sudah ditindaklanjuti, tetapi hasilnya seperti apa sebaiknya pihak-pihak lain yang berkompeten dimintai konfirmasi,” pungkas Sri didampingi Kadis Lingkungan Hidup Tanah Bumbu, Rahmat Prapto Udoyo di Rumah Makan Sinjay, Sungai Cuka.
Gara-gara ruas jalan yang longsor ditutup, arus lalu lintas dari Banjarmasin menuju ke Batulicin atau sebaliknya padat merayap.
Bahkan, antrean mengular hingga sepanjang 2 kilometer. Akses jalur alternatif tak hanya dipenuhi kendaraan pribadi, namun juga angkutan pangan dan energi.
Meski rekayasa lalu lintas telah diberlakukan oleh pihak Satlantas Polres Tanah Bumbu, namun penumpukan volume angkutan tak bisa dihindarkan lagi.
Reklamasi Pascatambang
Reklamasi menjadi problem lainnya. Patut diduga akumulasi dari tidak konsennya pemerintah dalam penegakan aturan teknik tambang yang berwawasan lingkungan.
Ambil contoh dengan tidak dilakukannya segera reklamasi pascatambang atau penegakan aturan oleh pemerintah untuk menunjuk pihak ketiga dengan menggunakan dana jaminan reklamasi.
"Bagi perusahaan tambang yang tidak melakukan reklamasi seharusnya ada sanksi hukum," ujar sumber terpercaya media ini di lingkup pemerintahan.
Adanya lubang tambang yang tidak direklamasi dan masih terdapat cadangan batu bara menjadi jalan masuk bagi penambang tanpa izin baik mekanis maupun manual.
Semua itu patut diduga juga tidak lepas dari keterlibatan oknum masyarakat yang memiliki lahan. Yang dengan persetujuan mereka dan ada imbal balik membiarkan lahan mereka ditambang.
"Dan tentunya ada tidaknya persetujuan lahan tetangga mereka yang akan terdampak, terlebih lubang tambang ini berada pada sekitar fasilitas publik yang tentunya akan berdampak. Inilah yang harus cermat dalam memutuskan prioritas reklamasi dan pascatambang tanpa menunda-nunda," paparnya.
Kemudian terhadap konsesi penambang yang lalai dalam menjaga konsesinya, mestinya turut menjadi catatan bahwa mereka diberikan kuasa kelola oleh pemerintah.
Mereka yang tidak mampu menjaga, harusnya mengurangi luas wilayah area konsesi dengan memberikan atau menunjuk pihak lain. Dan juga sektor yang diamanatkan sebagai pemegang aset kekayaan negara dan mereka menunjuk mitranya sebagai pengelola yaitu pemegang IUP, PKP2B, IUPK.
"Bilamana aset mereka dicuri oleh pihak yang tidak bertanggung-jawab harusnya segera turun tangan dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum," pungkasnya.
Skenario Perbaikan
Sekalipun begitu, penanganan perbaikan ruas jalan nasional Km 171 Desa Satui Barat tetap diupayakan Pemkab Tanah Bumbu.
Kepala Dinas PUPR Tanah Bumbu, Subhansyah mengungkap hasil koordinasi dengan Dinas PUPR Kalsel agar segera membuat surat permohonan guna perbaikan jalan.
“Kami diminta untuk segera membuat kepada Gubernur Kalsel dan Kementerian PUPR agar bisa membantu penanganan jalan longsor di jalan nasional KM 171 Satui yang menjadi akses antara Tanah Bumbu dengan Banjarmasin atau sebaliknya,” ucapnya, Sabtu (8/10).
Selain berharap pemerintah daerah dan pemerintah pusat, Subhansyah juga mengatakan pihaknya diminta untuk melibatkan perusahaan tambang batu bara melalui dana CSR.
“Perusahaan tambang batu bara juga diminta untuk segera membangun jalan alternatif. Jika belum mampu, sampai ke Simpang SBT atau bisa juga dari Simpang ABC sampai menuju ke Jalan Jombang,” tutur H Subhansyah.
Melalui skenario tersebut, Subhansyah mengatakan para pengguna jalan tidak harus terlalu memutar lebih jauh.
Senin esok (10/10), Subhansyah berjanji meminta Bappeda Tanah Bumbu segera mengundang dinas terkait untuk memecahkan masalah dan mencari solusi cepat.