Tradisi Kendurian

Tradisi Kendurian, Menutup Lebaran Sambut Rutinitas

Masyarakat Desa Sruni, Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember masih mempertahankan tradisi kendurian (selamatan) ketupat setiap hari ke tujuh Lebaran Idulfitri.

Featured-Image
Masyarakat berdoa saat tradisi kendurian ketupat di Jember, Sabtu (29/4). (apahabar.com/M Ulil Albab)

bakabar.com, JEMBER - Masyarakat Desa Sruni, Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember masih mempertahankan tradisi kendurian ketupat setiap hari ke tujuh Lebaran Idulfitri.

Tradisi ini jadi salah satu yang bertahan dari banyaknya kegiatan kendurian tahunan. Kendurian juga biasa diartikan selametan. 

Budaya turun-temurun itu menjadi simbol berakhirnya masa jalan jalan silaturahmi dari rumah ke rumah, dan kembali beraktivitas bekerja seperti hari hari normal. 

Baca Juga: Tradisi 'Ter Ater' Masih Melekat Bagi Masyarakat Madura Setelah Lebaran

"Ya meski kata maaf ini tidak ada batas waktunya, tapi selamatan ketupat jadi simbol penutup dan beraktivitas seperti biasa lagi," ujar Sukadi (56) salah satu warga Sruni kepada apahabarcom, Sabtu (29/4).

Tradisi kendurian (biasa disebut genduren) lebaran ketupat, berlangsung di Masjid hingga musala.

Masing masing perwakilan keluarga, datang berduyun-duyun sambil membawa dua hingga tiga paket makanan ketupat, lontong, lepet, lengkap dengan sayur lodeh, kue dan makanan ringan.

Baca Juga: Mengenal Tradisi Tumplak Wajik, Prosesi Jelang Idul Fitri di Kraton Yogyakarta

Paket makanan ketupat tersebut dikemas dalam wadah plastik, daun dan kertas, lalu dibungkus dengan kantong plastik. Kebiasaan ini sudah banyak berubah sejak tahun 1990-an.

"Kalau zaman dahulu masih pakai ancak dari pelepah pisang, bawa tumpengan. Sekarang sudah pakai plastik semua," katanya.

Tradisi selamatan lebaran hari raya ketujuh dengan ketupat ini berlangsung turun temurun. Ada yang berlangsung pagi hari tadi dan malam hari.

"Kalau pelaksanaannya menyesuaikan dengan kesepakatan masyarakat, kalau di sini malam, soalnya pagi sibuk bekerja," jelasnya.

Baca Juga: Jutaan Perantau Melakukannya, Bagaimana Tradisi Mudik Bermula?

Nur Aliman (45), salah satu warga Sruni lain mengatakan, di Desa Sruni ada banyak tradisi kendurian serupa. Terdekat akan dilakukan selamatan menyambut Lebaran Idul Adha, kemudian di Bulan Jawa ketika Suro, Sapar, Maulid (Mulud), Rajab.

"Setelah Rajab ada selamatan lagi menyambut hari Puasa dan menjelang Lebaran Idul Fitri," katanya.

Belum lagi, masyarakat juga masih punya tradisi tandur (menanam) dan selamatan ketika petik padi (panen).

Baca Juga: Setelah Idulfitri, Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat

"Kalau tradisi selamatan di Bulan Sapar dengan jenang grendul itu sudah lama gak diadakan," kata Alim.

"Selamatan tandur juga jarang, tapi kalau panen masih meski sudah jarang juga, kalau dulu panen padi setahun sekali, padi usia 7 bulan, sekarang sudah 2-3 kali," katanya.

Alim menjelaskan salah satu tradisi lainnya yang sudah lama tidak terlihat yakni selamatan tolak balak ketika menanam padi, dengan membawa ancak (sepaket makanan) ke sawah.

Baca Juga: Mengupas Pemaknaan Tradisi Malam Selikuran di Surakarta

"Kalau dulu banyak, setiap mau panen ada yang bawa makanan ke sawah, lengkap dengan rokok, usai dupa dibakar, pemilik pergi anak anak kecil langsung berebut," paparnya.

"Kalau sekarang sudah tidak ada lagi seperti itu," katanya.

Setiap acara kendurian, kata Alim, sejatinya merupakan wujud syukur dari masyarakat, sekaligus memohon terus diberi keselamatan dan dijauhkan dari petaka.

Baca Juga: Seribu Tumpeng hingga Maleman, 4 Tradisi Nusantara dalam Peringatan Nuzulul Quran

Kendurian juga jadi ruang silaturahmi dan simbol kebersamaan di tengah kehidupan masyarakat desa.

Setiap acara kendurian, usai berdoa bersama, makanan yang sudah dijadikan satu akan dibagikan secara acak. Kemudian diakhiri dengan makan bersama.

Setiap momentum kendurian juga ada yang dinanti, seperti olahan ketupat, lepet dan lontong yang pasti ada saat lebaran Idul Fitri hari ke tujuh. Termasuk jenang suro, jenang sapar dan telur di saat peringatan Maulid Nabi.

Baca Juga: Pedagang Kue Tradisional Khas Banyuwangi 'Patola' Ramai Diburu Pembeli

"Kalau dulu, zaman padi panen setahun sekali, kendurian ini jadi yang paling dinanti, sampai berebut makanan," kata Alim.

Editor


Komentar
Banner
Banner