Hilirisasi Nikel

Terus Kembangkan Hilirisasi Nikel, Pemerintah Alami Sejumlah Kendala

Pemerintah terus menggaungkan hilirasi nikel hingga sampai tahap produksi baterai EV (electric vehicle).

Featured-Image
Smelter nikel PT GNI yang meledak yang dimiliki pengusaha tambang asal China, Tony Zhou Yuan. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/JOJON) .

bakabar.com, JAKARTA - Pemerintah terus menggaungkan hilirasi nikel hingga sampai tahap produksi baterai EV (electric vehicle). Salah satu langkah pemerintah yaitu memberikan subsidi kendaraan listrik untuk mendorong investasi baterai EV (electric vehicle). 

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengungkapkan pemerintah mendorong pemberian insentif terhadap mobil listrik, karena pasar dalam negeri cukup besar.

"Kenapa kemudian pemerintah mendorong untuk diberikan insentif untuk mobil listrik ini, karena  salah satunya yaitu agar domestik demand-nya untuk produksi kita ini bisa lebih tinggi," ujar Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto dalam diskusi Untung Rugi Larangan Ekspor Mineral Mentah yang di gelar secara daring, Senin (12/6).

Septian menjelaskan, kegiatan hilirisasi nikel untuk sampai pada tahap produksi batrei EV memerlukan proses yang panjang. Dimulai dari bijih nikel diolah menjadi konsentrat lalu menjadi M-Sulfat. Kemudian diolah kembali menjadi precursor sebelum menjadi material katoda. Terakhir baru menjadi baterai ion lithium.

Baca Juga: Kendaraan Listrik, Menperin: Butuh Waktu Ubah Kultur Masyarakat

Untuk bisa sampai pada tahap produksi baterai EV, kata Septian, diperlukan permintaan pasar dalam negeri (domestic demand) yang tinggi agar hilirisasi nikel tidak berhenti di tengah jalan.

"Lithium baterai itu lebih hilir, itu sangat panjang prosesnya. Paling kalau prosesnya akan sampai hanya di precursor jika tidak didukung domestic demand," ujarnya.

Di sisi lain, kebijakan hilirisasi nikel Indonesia menemukan tantangan besar, pasca keluarnya kebijakan terbaru Uni Eropa. Produk hasil hilirisasi nikel Indonesia yakni iron steel terkena trade barrier atau hambatan perdagangan dari Uni Eropa.

Baca Juga: Kendaraan Listrik, Laksmi Dhewanthi: Percepat Era Nol Emisi Karbon

"Kalau saya lihat sekarang ini lebih dari trade barrier yang diciptakan dari negara-negara lain ya. Misalnya iron steel kita. Produk-produk hasil hilirisasi nikel kita itu banyak dikenakan anti dumping, anti subsidi ya dari Uni Eropa," ujar Septian.

Sehingga yang menjadi hambatan dari pengembangan hilirisasi di Indonesia terletak dari kebijakan perdagangan ke luar negeri, utamanya Uni Eropa. Sementara itu, negara-negara lain seperti India dan Korea Selatan mulai menginvestigasi produk nikel asal Indonesia, misal dari sisi harga dan dampaknya bagi negara tersebut.

"Ini akan jadi isu yang besar ya, karena barang kita jadi tidak kompetitif di pasar internasional," pungkasnya. 

Editor


Komentar
Banner
Banner