bakabar.com, TANJUNG - Terungkap sudah teka-teki alasan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tabalong dengan PT Adaro Indonesia dihelat secara tertutup, pada Senin (19/9) kemarin.
Sebelumnya, RDP terkait dana Corporate Social Responsibility (CSR) tersebut mendapat sorotan tajam dari Koordinator Presidium Majelis Daerah Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MD-KAHMI) Tabalong, Muryadie.
Dia sangat menyesalkan ketidakterbukaan yang dilakukan DPRD Tabalong dan PT Adaro Indonesia.
"Padahal ini untuk kepentingan publik, kenapa harus tertutup? Ada apa dengan Dewan dan pihak CSR Adaro?" ucap Muryadie kepada bakabar.com, belum lama tadi.
Merespons hal itu, Wakil Ketua DPRD Tabalong, Habib Taufani Al-Kaff, buka suara.
Pria yang akrab disapa Habib Taufan tersebut beralasan agar pembahasan lebih fokus dan tajam.
"Kami ingin lebih tajam menggali kendala, dan ingin mengetahui permasalahan yang mereka hadapi, sehingga ini tidak dieksplor. Namun, kalau program terbuka saja," kata Habib Taufan singkat.
Sementara itu, Community Relations and Mediation Dept Head PT Adaro Indonesia, Djoko Susilo mengaku belum menerima hasil RDP tersebut.
"Saat ini saya masih berada di Banjarmasin," pungkasnya.
Dana CSR Ditolak
DPRD Tabalong menolak dana CSR PT Adaro Indonesia tahun 2022 yang hanya sebesar Rp10 miliar.
"Angka tersebut menurut pihak Adaro hanya kepatutan, padahal kita melihatnya dari jumlah produksi," ucap Habib Taufani Al-Kaff kepada bakabar.com, Selasa (20/9).
Lantas, dia membandingkan dana CSR PT Adaro Indonesia tahun 2019 dengan PT Berau Coal Energy di Kalimantan Timur.
Kala itu, PT Adaro Indonesia dengan produksi 58,03 juta metrik ton, hanya menggelontorkan dana CSR sebesar Rp45 miliar.
Sedangkan, PT Berau Coal Energy dengan produksi hanya 24 juta metrik ton, berani memberikan dana CSR sebesar Rp240 miliar.
"Nah, tahun 2022 ini produksi Adaro sekitar 48 juta metrik ton, masa CSR hanya Rp10 miliar. Pihak Adaro di sini [Tabalong, red] mengatakan itu kebijakan pusat," katanya.
"Sangat jomplang lah, PT Berau Coal Energy dengan produksi 24 juta metrik ton, dana CSR-nya sebesar Rp 240 miliar. Namun, untuk data kita validkan dulu," lanjutnya.
Habib Taufan menilai, dana CSR tersebut sangat tidak seimbang dengan keuntungan PT Adaro Indonesia yang mencapai Rp3 triliun.
"Yang jelas dewan tidak menerima itu. Ini sangat tidak patut dan harus direvisi serta disesuaikan dengan keperluan-permasalahan yang ada di masyarakat," tegasnya.
Dalam waktu dekat, pihaknya akan memanggil Kepala Teknik Tambang (KTT) PT Adaro Indonesia ihwal revisi dana CSR tersebut.
"Sebab, ada ketentuan aturannya berubah, dan ESDM pasti menyetujui harus ada perubahan itu," tutupnya.
Sampai berita ini diturunkan, bakabar.com terus melakukan upaya konfirmasi kepada PT Adaro Indonesia.