bakabar.com, JAKARTA - Wall Street menetap lebih rendah pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), menandai akhir dari pekan yang penuh gejolak didominasi oleh krisis yang sedang berlangsung di sektor perbankan dan berkumpulnya awan badai kemungkinan resesi.
Indeks Dow Jones Industrial Average merosot 384,57 poin atau 1,19 persen, menjadi menetap di 31.861,98 poin. Indeks S&P 500 kehilangan 43,64 poin atau 1,10 persen, menjadi berakhir di 3.916,64 poin. Indeks Komposit Nasdaq jatuh 86,76 poin atau 0,74 persen, menjadi ditutup di 11.630,51 poin.
Semua 11 sektor utama S&P 500 mengakhiri sesi di zona merah. Ketiga indeks mengakhiri sesi jauh di wilayah negatif, dengan saham keuangan turun paling banyak di antara sektor utama S&P 500.
Untuk minggu ini, sementara indeks acuan S&P 500 berakhir lebih tinggi dari penutupan Jumat (10/3) lalu, Nasdaq dan Dow membukukan penurunan mingguan.
Baca Juga: TRON Resmi IPO di Bursa, Raih Dana Segar Rp135 Miliar
SVB Financial Group mengumumkan akan mencari perlindungan kebangkrutan Bab 11, perkembangan terbaru dalam drama berkelanjutan yang dimulai minggu lalu dengan runtuhnya Silicon Valley Bank dan Signature Bank, yang memicu kekhawatiran penularan di seluruh sistem perbankan global.
"(Aksi jual) sedikit reaksi berlebihan," kata Oliver Pursche, Wakil Presiden senior di Wealthspire Advisors di New York.
"Namun, ada validitas untuk beberapa kekhawatiran terkait likuiditas secara keseluruhan dan potensi krisis likuiditas," imbuhnya.
Kekhawatiran itu telah menyebar ke Eropa, ketika saham Credit Suisse tersandung akibat kekhawatiran likuiditas, mendorong para pembuat kebijakan berebut untuk meyakinkan pasar.
Baca Juga: CUAN Resmi Melantai di Bursa, Saham Dibuka Naik 24,55 Persen
"Ini jauh lebih jauh dari sekadar penarikan dana besar-besaran di SVB atau First Republic, ini menuju ke dampak nyata kenaikan suku bunga ini terhadap modal dan neraca," kata Pursche.
"Dan Anda melihatnya berdampak pada institusi besar seperti Credit Suisse, dan itu membuat orang bingung," katanya pula.
Selama dua minggu terakhir, indeks S&P Banking dan indeks KBW Regional Banking anjlok masing-masing sebesar 4,6 persen dan 5,4 persen, penurunan dua minggu terbesar sejak Maret 2020.
First Republic Bank anjlok 32,8 persen, setelah bank mengumumkan penangguhan dividennya, membalikkan lonjakan Kamis (16/3) yang dipicu oleh paket penyelamatan 30 miliar dolar AS yang belum pernah terjadi sebelumnya dari lembaga keuangan besar.
Baca Juga: Penutupan SVB, Luhut : Tidak Berdampak ke Perbankan RI
Di antara rekan-rekan First Republic, PacWest Bancorp terpuruk 19,0 persen, sementara Western Alliance terjungkal 15,1 persen.
Saham Credit Suisse yang diperdagangkan di AS juga ditutup melemah tajam, jatuh 6,9 persen.
Investor sekarang mengalihkan pandangan mereka ke pertemuan kebijakan moneter dua hari Federal Reserve minggu depan.
Mengingat perkembangan terakhir di sektor perbankan dan data yang menunjukkan pelemahan ekonomi, investor telah menyesuaikan ekspektasi mereka mengenai ukuran dan durasi kenaikan suku bunga terbatas Fed.
Baca Juga: Penutupan SVB, OJK: Tidak Berdampak Langsung ke Bank di Indonesia
"Krisis mini perbankan ini telah meningkatkan peluang resesi dan mempercepat waktu perlambatan ekonomi," kata Pursche.
"Wajar jika Fed harus memeriksa kembali tindakannya, tetapi masih sangat jelas bahwa sementara inflasi melambat, itu masih sangat memprihatinkan dan perlu dikendalikan," katanya pula.
Sekilas, pasar keuangan memperkirakan kemungkinan 60,5 persen bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga target utamanya sebesar 25 basis poin, dan probabilitas 39,5 persen akan membiarkan suku bunga saat ini bertahan, menurut alat FedWatch CME.
Sementara itu, sisi baiknya, FedEx Corp melonjak 8,0 persen setelah menaikkan proyeksi tahun fiskal saat ini. Volume perdagangan di bursa AS mencapai 19,41 miliar saham, jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata 12,49 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir.