bakabar.com, JAKARTA - Mencuatnya kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio memantik pertanyaan, kenapa emosi sulit dikendalikan? Apakah hal tersebut berkaitan dengan pola asuh?
Sejatinya, perilaku emosional bukan hanya terjadi ketika individu masih dalam fase pengasuhan. Banyak juga yang berlanjut saat ia memasuki usia remaja dan dewasa.
Anak-anak ini kemudian dicap berperangai buruk, badung, hingga nakal. Tapi, perilaku ini tentu tak datang begitu saja. Ada proses mengapa anak bahkan ketika memasuki usia remaja dan dewasa tak bisa mengendalikan emosinya.
Psikolog dari Klinik Kancil & Iradat EAP Konsultan, Mutiara Nathania mengatakan anak cenderung bertindak berdasarkan emosi. Terutama mereka yang berusia di bawah 25 tahun tanpa gangguan neurologis apapun.
Oleh karena itu, lingkungan terutama orang tua, memiliki peran yang sangat penting dalam hal pengendalian emosi anak.
"Peran orang tua sangat penting. Makanya, pola pengasuhan yang baik sangat dibutuhkan sejak dini agar perkembangan emosi anak bisa terkontrol," mengutip CNN (1/3).
Jika dirunut secara ilmiah, emosi yang meluap ini terjadi karena prefrontal cortex belum selesai berkembang. Sementara amygdala yang mengatur emosi justru berkembang lebih cepat.
Prefrontal cortex adalah bagian otak yang terletak di depan lobus frontal. Fungsinya untuk melakukan pengendalian perilaku. Misal, dalam membuat rencana hingga pengembangan kepribadian.
Sementara amygdala adalah bagian di otak yang fungsinya sebagai pusat integrasi emosi, perilaku emosional, dan motivasi.
"Dan apabila anak memiliki amygdala yang terlalu aktif, dia lebih mudah dikendalikan oleh emosinya dalam berperilaku, seperti kesulitan mengendalikan perilaku agresifnya, mudah marah dan sulit bertindak rasional," katanya.
Selain itu, ada beberapa hal yang bisa membuat anak tak mampu mengontrol emosi ketika marah. Berikut beberapa hal yang bisa diantisipasi sejak dini, agar emosi anak lebih stabil hingga dewasa:
1. Kurang kehadiran orang tua
Kehadiran orang tua sangat penting dalam urusan tumbuh kembang anak. Terutama saat emosi anak tidak stabil.
"Orang tua yang tidak hadir untuk membantu menenangkan anak saat dia merasa tidak nyaman bisa membuat pengendalian emosi anak terganggu," kata dia.
2. Tak ada pelatihan
Bagaimanapun anak perlu dikenalkan dengan berbagai emosi. Jika anak tidak dilatih untuk mengekspresikan emosinya dengan cara yang sesuai norma, maka kekerasan tak akan jadi pilihan untuk meluapkan emosi mereka.
3. Kekerasan di depan mata
Penting menghindari pertengkaran sekecil apapun terjadi di depan anak Anda. Anak yang terbiasa menyaksikan kekerasan sejak kecil, entah lewat pertengkaran di keluarga, lingkungan sekitar, atau dari tayangan bisa mencontoh perilaku tersebut ketika dia sedang marah.
4. Tak dikenalkan sebab akibat dari perilaku buruk
Orang tua tidak terbiasa merefleksikan akibat dari tindakan buruk anaknya. Padahal hal ini penting. Misalnya, memberitahu apa yang dirasakan orang lain apabila anak tersebut berperilaku buruk
5. Tak ada batasan dari orang tua
Orang tua tidak terbiasa memberikan batasan dan konsekuensi atas kesalahan anaknya. Sehingga anak menjadi lebih sulit untuk mengenal batasan.