bakabar.com, TEMANGGUNG - Desa Muncar, kawasan perbukitan di Kabupaten Temanggung yang jauh dari gemerlap hiruk pikuk kota. Ada harta tersimpan dibalik kesederhanaannya.
Namun sayang aksesibilitas menuju desa tersebut sulit dan terjal. Jangankan koneksi internet, listrik pun seringkali padam. Hal itulah yang mendorong Ahmad Sofiyudin untuk membawa gerakan perubahan di Desa Muncar.
Pemuda asal Temanggung itu bertekad untuk mengubah nasib dan cara pandang masyarakat terhadap para petani kopi yang kerap kali dipandang sebelah mata.
Padahal, kopi adalah komoditas unggulan di Kabupaten Temanggung khususnya Desa Muncar yang telah tersohor bahkan dilirik mancanegara.
Namun demikian, ia sadar, upayanya untuk membawa perubahan di Desa Muncar memerlukan bantuan materi yang tidak sedikit.
"Maka dengan berbagai keterbatasan saya mencari cara. Alhamdullilah waktu itu ada program Desa Sejahtera Astra (DSA) dan lolos," kata Sofiyudin saat ditemui bakabar.com, Selasa (10/10).
DSA adalah kontribusi sosial berkelanjutan Astra yang fokus pada pemberdayaan kewirausahaan di tingkat desa sesuai dengan potensi desa masing-masing
Bersama Astra, Sofiyudin perlahan mulai mengenalkan pengolahan kopi modern kepada masyarakat Desa Muncar agar memiliki nilai jual lebih tinggi.
Sebab, jika dijual dalam bentuk biji mentah pada tengkulak, harga kopi sangat murah dan merugikan petani.
Kopi robusta varietas BP 42 Tugu Sari ia pilih sebagai komoditi utama karena asli dari Desa Muncar dan sudah melegenda sejak jaman Belanda.
"Bantuan dari DSA saya belikan 2 mesin giling, satu di antaranya sudah dilengkapi cooling bean untuk mengolah biji kopi menjadi bubuk," kata Sofiyudin.
Perjalanan ternyata tak selamanya mulus, Sofiyudin kembali menemukan kendala dalam penentuan harga kopi dalam bentuk bubuk.
Tidak adanya standarisasi dan klasterisasi harga kopi menjadi pekerjaan rumah tersembunyi yang cukup menjadi duri.
Setelah melakukan berbagai riset dan breakdown, Sofiyudin akhirnya berhasil menemukan harga pasti dan teknik pengelolaan kopi modern.
Cara tersebut ternyata benar-benar mampu mendongkrak harga kopi di Desa Muncar dari Rp 20.000 menjadi tertinggi kini Rp 60.000 per kilogram untuk Grade A.
Tak hanya meningkatkan harga dan kualitas produk kopi, Sofiyudin juga mengenalkan eksistensi petaninya melalui seni dan pertunjukan.
Hal itu Sofiyudin lakukan dengan membuat Festival Intan Merah pada 2019 di Desa Muncar.
"Kala itu yang datang dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri seperti Belanda, Italia dan Prancis," kata dia.
Peningkatan harga kopi dan adanya pertunjukan seni turut membawa dampak positif pada sektor pariwisata di Desa Muncar.
Jalan terjal mulai diperbaiki, listrik mulai stabil dan dibenahi, perlahan tapi pasti Desa Muncar bebenah diri.
Masyarakat dari berbagai daerahpun berdatangan untuk wisata melihat 'Ubud versi Temanggung' atau sekadar membeli kopi ke Desa Muncar.
Akses koneksi dan relasi masyarakat di Desa Muncar yang terbuka membawa wawasan baru dan perubahan.
Sadar bahwa ternyata dikenal dan terhubung dengan dunia luar saja tak cukup, Sofiyudin pun kembali bergerak. Ia kembali memperbaiki branding kopi Desa Muncar agar bisa memproduksi dengan konstan dan berkelanjutan, sehingga pendapatan para petani lebih stabil.
"Kopi di desa ini akhirnya diberi nama Muncar Moncer," kata Sofiyudin.
Nama tersebut memiliki makna, Muncar dalam bahasa Jawa artinya pesona cahaya, sedangkan Moncer adalah kemakmuran.
Sesuai namanya, kopi tersebut digadang bisa membawa kemakmuran bagi para petani di Desa Muncar.
Sofiyudin juga mengemas Kopi Muncar Moncer menjadi lebih menarik, yakni menyerupai kotak sarung.
"Maka ada beberapa yang sering beli, atau masyarakat Temanggung menyebutnya Kopi Sarung," imbuhnya.
Dijual dengan Harga Variatif
Ada berbagai ukuran dan harga yang disediakan Kopi Muncar Moncer, yakni mulai Rp 35.000 hingga ratusan ribu tergantung ukuran dan jenisnya.
Selain dijual di lokasi wisata Desa Muncar, Sofiyudin juga memasarkan produknya ke toko oleh-oleh dan retail di berbagai daerah.
Produk Kopi Muncar Moncer bahkan semakin kondang dan dijual handcarry hingga ke Belanda.
Sukses menggerakkan geliat ekonomi dan pariwisata, Sofiyudin kembali membuat terobosan dengan menggandeng generasi muda di Desa Muncar.
Sebab, menurut Sofiyudin, sebenarnya banyak generasi muda di Desa Muncar yang berhasil menjadi sarjana dengan merantau, namun enggan kembali ke desanya.
Bagi mereka, profesi petani kopi seolah dianggap pekerjaan yang kurang menjanjikan.
"Padahal sebaliknya, kopi yang dihasilkan para petani milenial akan bisa menjadi lebih berkualitas dan memiliki daya jual, karena mereka belajar dan menguasai tekniknya dari berbagai aspek," jelasnya.
Sofiyudin pun mewadahi para pemuda untuk menggerakkan produksi kopi di Moncar Moncer Creative Team.
Para pemuda tersebut diajarkan dan terjun langsung untuk mengelola sosial media dan penjualan melalui e-commerce untuk menunjang produksi Kopi Muncar Moncer.
Berkat keuletan dan kerja keras Sofiyudin bekerjasama dengan Astra, kini terdapat kurang lebih 300 pertani kopi untuk mengelola produk Muncar Moncer.
Kopi Muncar Moncer juga berhasil menjual lebih dari 300 box per bulannya ke berbagai daerah termasuk Belanda.
"Harapannya, ke depan, para pemuda tidak lagi malu untuk kembali ke desa dan membangun desanya, dimulai dari langkah kecil yang tulus, untuk membawa perubahan," pungkasnya.