bakabar.com, MARABAHAN - Tak mudah menyelesaikan persoalan pegawai honorer atau non-ASN. Bahkan sampai sekarang, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) belum mendapatkan formula ideal.
Setidaknya tiga opsi sedang dikaji Kemenpan-RB, di antaranya bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan DPR untuk menuntaskan persoalan non-ASN.
Opsi pertama adalah mengangkat seluruh non-ASN menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Adapun opsi kedua memberhentikan seluruh non-ASN, mulai dari pusat hingga daerah.
Selanjutnya opsi terakhir adalah mengangkat non-ASN menjadi PNS atau PPPK sesuai skala prioritas mulai dari tenaga pendidikan, kesehatan dan lainnya.
"Ketiga opsi tersebut sedang dikaji bersama pihak terkait, termasuk DPRD," papar Menpan RB, Abdullah Azwar Anas, seusai meresmikan MPP Barito Kuala (Batola) Setara di Marabahan, Selasa (18/10).
"Sementara sekarang jumlah honorer sedang didata dan selanjutnya divalidasi. Perlu dipertegas bahwa pendataan ini tidak otomatis membuat mereka diangkat menjadi PNS atau PPPK," tegasnya.
Namun demikian, ketiga opsi tersebut memiliki dilema masing-masing. Seandainya mengangkat semua tenaga honorer, beban keuangan pemerintah dipastikan bertambah.
Berdasarkan hasil prafinalisasi pendataan, jumlah tenaga non-ASN di Indonesia berjumlah 2.215.542 orang. Mereka terdiri dari 335.639 orang di lingkup instansi pusat, serta 1.879.903 di instansi daerah.
"Itu menjadi dilema, karena hampir 2 juta orang baru menyelesaikan pendidikan (fresh graduate) dalam setiap tahun," urai Azwar Anas.
"Pertanyaannya apakah kami harus merekrut fresh graduate yang menguasai teknologi dan bisa bekerja lebih cepat? Atau merekrut orang yang sudah puluhan tahun bekerja, meskipun tidak hebat?" imbuhnya.
Di sisi lain, masyarakat juga memiliki ekspektasi tinggi terhadap ASN yang berorientasi kepada pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif dan kolaboratif.
"Namun terkadang ASN memilih berada di zona nyaman. Ditambah perekrutan honorer serampangan yang setelah direkrut memaksa menjadi ASN/PPPK," jelas Azwar Anas.
Diketahui jumlah tenaga honorer atau non-ASN di Indonesia terus meningkat. Dalam pendataan awal yang dilakukan pertengahan 2007, jumlah non-ASN tercatat hanya 920.702 orang.
Semestinya jumlah tersebut terus berkurang, mengingat pemerintah telah mengangkat pegawai honorer menjadi ASN sebanyak 1.072.092 orang dalam rentang 2005 hingga 2013.
Pun sejak 2007, sudah diterbitkan peraturan yang melarang perekrutan pegawai non-ASN. Larangan ini lantas diperbaharui dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018.
"Dalam kasus ini, honorer tidak sepenuhnya salah. Pangkal dari persoalan adalah perekrutan yang sembarangan," tukas Azwar Anas.
"Indonesia sendiri memiliki ASN sebanyak 4,2 juta orang. Kalau terjadi kekosongan di berbagai daerah, itu bukan disebabkan kekurangan orang, tetapi terkait penyebaran," jelasnya.
Berkaitan dengan distribusi, Kemenpan-RB sedang menggodok sistem yang membuat ASN tidak bisa pindah, terutama ke kawasan perkotaan, dalam jangka waktu tertentu.
"Kami sedang mempersiapkan siapkan sistem baru. Siapapun yang mendapat rekomendasi dan alasan apapun, tidak bisa pindah dari daerah awal penempatan," pungkas Azwar Anas.