Korupsi KemenkumHAM

Skandal Gratifikasi Wamenkumham: Siapa Penyuap Eddy Hiariej?

Skandal suap Eddy Hiariej menjadi sorotan. Apalagi setelah Eks Dirut PT CLM Helmut Hermawan mengaku diperas.

Featured-Image
Wamenkumham Eddy Hiariej. Photo paint art apahabar.com

bakabar.com, JAKARTA - Skandal suap Eddy Hiariej menjadi sorotan. Apalagi setelah Eks Dirut PT CLM Helmut Hermawan mengaku diperas.

Kalau bukan Helmut, siapa yang sebenarnya penyuap Eddy Hiariej?

Dalam kasus ini, KPK mentersangkakan Eddy sebagai penerima suap. Di sisi lain, Helmut merasa dirinya diperas Wamenkumham itu.

Baca Juga: Helmut Klaim Diperas Eddy Hiariej, KPK Yakini Suap!

"Apabila kami menyuap Pak Wamen ini, kepengurusan dan kepemilikan saham PT APMR dan CLM akan tetap pada kami," ucapnya setelah ditetapkan tersangka dan ditahan KPK, Kamis (6/12) tadi.

CLM kepanjangan dari Citra Lampia Mandiri. Sedangkan APMR adalah Asia Pasific Mining Resources.

APMR merupakan pemilik saham mayoritas CLM. Kebetulan ada sengketa internal di perusahaan itu.

Pada 2021 lalu, Helmut kehilangan saham PT CLM-nya. Ia dinyatakan kalah dalam sengketa itu oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hal itu berdasarkan fakta hukum Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Putusan No. 43006/I/ARB-BANI/2020 tanggal 24 Mei 2021.

Dari putusan itu, PN Jaksel menerbitkan perintah eksekusi. Saham PT APMR mesti diserahkan kepada PT AMI (PT Aserra Mineralindo Investama).

Artinya, 85 persen saham APMR di PT CLM otomatis dimiliki AMI. Mereka juga dinyatakan berhak menggelar RUPS untuk mengambil keputusan yang sah.

Baca Juga: Tak Terima Ditahan, Helmut Hermawan Sebut Eddy Hiariej Pemeras!

Kembali pada Helmut. Ia menuding lawannya lah yang memberi suap pada Wamenkumham Eddy Hiariej.

"Ini suap memang terjadi. Tapi tidak dilakukan pihak CLM versi kami. Tapi kami duga oleh lawan yang tanpa membayar, bisa menguasai perusahaan," tudingnya.

Kata dia, jika memang dirinya yang memberi suap. Perusahaan tak akan pindah tangan. "Tapi nyatanya ini berpindah tangan secara melawan hukum," imbuhnya.

Kantor Kementerian Hukum dan HAM
Kantor Kementerian Hukum dan HAM

Menanti Gubrisan Menkumham

Hal lain juga dibeberkan Helmut. Bahwa dia ternyata pernah bersurat ke Dirjen AHU dan Menkumham.

Surat itu berisi keberatan Helmut. Terkait perusahaannya yang berpindah tangan secara melawan hukum.

"Ini kan perusahaan tambang. Bukan perusahaan biasa. Jadi ada UU Minerba yang khusus. Tanpa izin mentri, gak bisa satu badan usaha pemegang IUP berubah kepemilikan sahamnya," tutur dia.

Untuk dapat persetujuan menteri, jelas ada syarat yang harus dipenuhi. "Salah satunya pelunasan dari transaksi jual beli yang tidak pernah terjadi," ucapnya.

Baca Juga: KPK Bungkus Tersangka Baru Amis Korupsi KemenkumHAM

Helmut masih menaruh harapan. Agar suratnya itu digubris Menkumham. Setidaknya oleh Dirjen AHU.

"Karena ini melawan hukum dan melawan undang-undang," sebutnya.

Saat ini Helmut ditahan di Rutan KPK. Ia masih menjalani proses penyidikan atas kasus penyuapan Eddy Hiariej.

Meski begitu, ia ingin KPK juga mengungkap kasus yang dialaminya.

"Saya harap, dari KPK ini bisa mengungkap kejahatan dan kezaliman yang kami alami," tutupnya.

Gedung KPK-apahabar
Gedung Merah Putih KPK. Foto: Antara

Konstruksi Suap Eddy Versi KPK

Di sisi lain, KPK yakin bahwa ini adalah kasus suap. Ada kesepakatan antara Helmut dan Eddy Hiariej.

Dari pengungkapan KPK, Helmut memang mencari konsultan hukum. Agar bisa membantunya menyelesaikan sengketa perusahaan tersebut.

Akhirnya Helmut bertemu Eddy Hiariej. Wamenkumham itu lalu bersedia membantu.

Baca Juga: KPK Dalami Intervensi Eddy Hiariej di Ditjen AHU

"Dan di situlah terjadi deal atau transaksi kesepakatan terkait dengan pemberian uang ya tadi sejumlah Rp4 miliar," kata Wakil Ketua KPK, Alex Marwata, baru-baru ini.

Kata Alex, jika Helmut merasa diperas, mestinya melapor. Dan jangan memberi uang.

"Tetapi kalau dia memberikan sesuatu yang kemudian dia juga mendapatkan manfaat," lanjutnya.

KPK mencatat, dana yang mengalir ke Eddy Hiariej mencapai Rp8 miliar. Uang itu diberikan berkala oleh Helmut.

Pertama untuk penangan sengketa perusahaan. Uang yang dialirkan Rp4 miliar.

Lalu ada Rp1 miliar. Uang itu untuk membuka blokir perusahaan dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham.

Baca Juga: Eddy Hiariej Terima Rp3 Miliar Setop Kasus Helmut di Bareskrim

Selain urusan di Kemenkumham, ada juga aluran dana Rp3 milir. Uang ini untuk menyetop kasus lain di Bareskrim Polri.

Dari fakta-fakta itulah KPK menyimpulkan ini kasus suap. Lantaran terjadi kesepakatan antara Helmut dan Eddy.

"Nah itu tadi. Kalau pemerasan, tentu hanya pihak yang melakukan pemerasan yang kami tindak," tandas Alex.

Eddy Hiariej-apahabar
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej usai memenuhi panggilan KPK, Senin (4/12) sore. Foto: bakabar.com/Dian Finka Sharon

Jawabnya; Ada pada Eddy

Mengulang pertanyaan awal; siapa sebenarnya penyuap Wamenkumham? Jawabnya; hanya Eddy Hiariej yang tahu.

Sayangnya pertanyaan itu belum sampai ke Eddy. Baru diperiksa sebagai saksi saja, ia sudah bungkam.

Hal itu terjadi, Senin (4/12) pekan lalu. Saat keluar Gedung KPK, ia tak mengeluarkan pernyataan berarti.

Baca Juga: Beralasan Sakit, KPK Akan Panggil Ulang Wamenkumhan Eddy Hiariej

"Mohon izin, terima kasih ya," singkatnya, lantas melempar senyum. Ia belum ber-statament soal kasus yang menjeratnya.

Terbaru, Eddy dipanggil KPK, Kamis (7/12). Mestinya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Sayangnya, ia tak memenuhi panggilan. Katanya sakit.

"Tadi saya siap-siap sudah berangkat. Terus Pak Wamen sudah limbung, obatnya banyak banget, sakit dia," kata kuasa hukum Eddy, Ricky Sitohang.

Rencannya, KPK bakal menjadwalkan ulang pemanggilan Eddy.

Editor


Komentar
Banner
Banner