Tragedi Kanjuruhan

Siasat Polisi Soal Gas Air Mata, Ini 4 Kejanggalan Rekonstruksi Tragedi Kanjuruhan

Rekonstruksi Tragedi Kanjuruhan di lapangan polda Jawa Timur, Surabaya rampung digelar dan menghasilkan beberapa Kejanggalan di dalamnya.

Featured-Image
Korban meninggal tragedi Stadion Kanjuruhan Malang bertambah. Foto-Antara

bakabar.com, JAKARTA - Rekonstruksi tragedi Kanjuruhan di lapangan polda Jawa Timur, Surabaya rampung digelar. Namun, hasil rekonstruksi menyisakan kejanggalan soal kesimpulan diambil polisi.

Salah satunya adalah fakta bahwa tak ada gas air mata yang ditembakkan polisi ke arah tribun penonton di stadion Kanjuruhan. Seperti dikutip bakabar.com, Jakarta, Jumat (21/10). 

Tak Ada Gas Air Mata ke Arah Tribun

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa penembakan hanya dilakukan ke arah shuttle ban lapangan.

Pernyataan itu dikatakan Dedi berdasarkan hasil dari tim penyidik Rekonstruksi Tragedi Kanjuruhan.

"Secara materi penyidikan, itu penyidik yang akan menyampaikan. Kalau misal tersangka mau menyebutkan seperti itu [tidak menembak ke arah tribun], itu haknya dia, tersangka punya hak ingkar," ujar Dedi di Mapolda Jatim, dikutip Jumat (21/10).

Baca Juga: Komnas HAM Kritik Fun Football PSSI dan FIFA: Hormati Korban Kanjuruhan!

Padahal berdasarkan temuan TGIPF, Gas air mata adalah penyebab utama dari tewasnya ratusan korban nyawa dalam peristiwa itu.

TGIPF menyatakan polisi menembakan gas air mata secara tak terukur ke arah tribun penonton.

Selain itu, gas air mata jadi faktor utama jatuhnya korban tewas dan luka-luka dalam insiden di Kanjuruhan.

Sehingga menyebabkan penonton panik, berlarian, dan berdesak-desakan menuju pintu keluar hingga terinjak-injak.

Saksi Trauma Tetap Dipanggil

Selanjutnya dalam agenda Rekonstruksi Kanjuruhan itu Polisi turut memanggil saksi korban yang masih alami trauma dan sakit.

Sekjen Federasi KontraS, Andy Irfan mengatakan setidaknya ada empat orang saksi yang masih sakit dan mengalami trauma sehingga tidak bisa datang.

“Ada empat orang yang memberikan kuasa kepada kami. Bagaimana mungkin orang yang masih sakit, tulangnya retak, masih trauma diajak untuk melakukan rekonstruksi,” kata Andy.

Baca Juga: Soal Temuan TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Kita Punya Dapur Sendiri

Tentunya apa yang dilakukan polisi tersebut mencerminkan bentuk tindakan intimidatif. Karena tidak jeli melihat kondisi kesehatan fisik dan psikis dari korban.

Rekonstruksi dilakukan Bukan di Tempat Perkara (TKP)

Kejanggalan lainnya ialah Rekonstruksi tidak dilakukan di tempat kejadian perkara. Malahan digelar di Lapangan Mapolda, Jawa Timur.

Saksi Korban Tidak Dilibatkan Dalam Rekonstruksi

KontraS sebagai pendamping dari Tim Pencari Fakta (TPF) Gabungan Aremania, menilai bahwa dalam proses rekonstruksi Tragedi Kanjuruhan itu para korban sama sekali tidak dilibatkan.

"Rekonstruksi itu dilakukan secara tertutup dan tidak melibatkan saksi korban serta pihak yang selama ini memang berada di lokasi kejadian,” kata Sekjen KontraS Andi.

Editor


Komentar
Banner
Banner