Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024 tertanggal 2 Desember 2024.
Selanjutnya, menetapkan perolehan suara dengan Lisa Halaby-Wartono 36.135 suara dan kolom kosong 78.736 suara.
"Memerintahkan kepada KPU Kota Banjarbaru untuk melaksanakan pemilihan ulang di Kota Banjarbaru pada tanggal 25 September 2025 dengan dimulai dari tahapan pendaftaran calon sebagaimana Pilkada yang dimenangkan oleh kolom kotak kosong," ujar Fitrul.
Senada, Pemohon lainnya, Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara, Muhammad Arifin, juga menyoroti tak hadirnya kolom kosong dalam Pilkada Kota Banjarbaru, meskipun hanya diikuti satu pasangan calon. Akibat dari keputusan KPU Kota Banjarbaru tersebut, pemilih yang mencoblos kolom pasangan calon nomor urut 2 dianggap sebagai suara tidak sah.
Pokok permohonan Pemohon Muhammad Arifin dan kuasa hukumnya sama dengan perkara Nomor 06/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang sidang pendahuluannya sudah digelar sebelumnya, di mana kuasa hukumnya adalah Denny Indrayana.
Namun, untuk pokok permohonan perkara 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dibacakan oleh kuasa hukum Muhamad Pazri.
Pemohon mendalilkan, Pilkada Kota Banjarbaru seharusnya menggunakan mekanisme pasangan calon tunggal, yakni Lisa Halaby-Wartono melawan kolom kosong pasca didiskualifikasinya Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah. Hal itu mengacu Pasal 54C ayat (1) huruf e dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Kalaupun tidak sempat mencetak suara, sudah menjadi kewajiban KPU Kota Banjarbaru untuk mencari cara dan jalan keluar agar suara para pemilih tidak terbuang sia-sia dan menjadi tak sah.
Jalan keluar yang paling memungkinkan adalah suara-suara tidak sah akibat mencoblos gambar pasangan calon nomor urut 2 dianggap sebagai suara dari kolom kosong.
Pemohon menyebut KPU Kota Banjarbaru menghilangkan hak pilih (right to vote) masyarakat Kota Banjarbaru. Sebab, Termohon tak menerapkan mekanisme pasangan calon tunggal melawan kolom kosong, sehingga melanggar Pasal 54C ayat (1) huruf e dan ayat (2) UU Pilkada juncto Pasal 80 dan Pasal 81 Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024.
Selain itu, tidak dilaksanakannya mekanisme calon tunggal melawan kolom kosong oleh KPU Kota Banjarbaru bertentangan dengan Putusan MK yang pada pokoknya melarang pemilihan umum dimenangkan secara aklamasi oleh calon tunggal. Putusan tersebut, antara lain Putusan MK Nomor 100/PUU-XIII/2015, Putusan MK Nomor 14/PUU-XVII/2019, dan Putusan MK Nomor 126/PUU-XXII/2024.
Pilwalkot Banjarbaru juga tidaklah bisa disebut sebagai pemilihan. Karena masyarakat yang memilih gambar pasangan calon nomor urut 2 alih-alih disebut memilih kolom kosong, justru dianggap sebagai suara tidak sah oleh KPU Kota Banjarbaru.
Untuk itu, Pemohon mendalilkan agar KPU RI menetapkan suara tidak sah menjadi kolom kosong dan mengambil alih Pilwalkot Banjarbaru. Jika suara tidak sah sebanyak 78.736 suara (68,5 persen) dialihkan ke kolom kosong, perolehan pasangan calon nomor urut 1 yang sebesar 36.135 suara (31,5 persen) tidak memenuhi Pasal 54D ayat (1) UU Pilkada.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 Tahun 2024 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru Tahun 2024 yang tertanggal 02 Desember 2024. Selanjutnya, menetapkan perolehan suara dengan Lisa Halaby-Wartono (36.135 suara) dan kolom kosong (78. 736 suara).
Lalu, meminta MK memerintahkan kepada KPU RI untuk mengambil alih penyelenggaraan Pilwalkot Banjarbaru dengan mengulang seluruh tahapannya. Atau, membatalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 Tahun 2024 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru Tahun 2024 tertanggal 02 Desember 2024.
"Memerintahkan kepada KPU RI untuk mengambil alih dan melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) di Kota Banjarbaru dengan mekanisme pasangan calon nomor urut 01 melawan kolom kosong," ujar Pazri.
Argumen senada disampaikan Denny Indrayana, yang menjadi kuasa hukum Pemohon Udiansyah dan Abdul Karim.
“Pemilukada Banjarbaru seharusnya dilaksanakan sebagai pemilukada calon tunggal, antara pasangan calon nomor 1 Erna Lisa Halaby dan Wartono melawan kotak kosong. Termohon (KPU Banjarbaru) tidak mencetak kolom kotak kosong,” ujar mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu.
Dalam pemilukada tersebut, KPU Kota Banjarbaru menerapkan aturan bahwa suara yang memilih Aditya Mufti-Said dianggap sebagai suara tidak sah. Namun, aturan ini dinilai bermasalah oleh masyarakat.
“Bila mengikuti alur terpikir termohon, maka paslon nomor 1 meski hanya mendapatkan satu suara saja, maka (paslon 1) menjadi pemenang pemilukada karena suara yang lain tidak sah,” kata Denny.
Ia menilai hak konstitusional masyarakat untuk memilih pemimpin telah direnggut karena tidak adanya opsi kotak kosong.