Berdasarkan hasil Pilkada tersebut, Pemohon Lembaga Akademi Bangku Panjang Mingguraya (LABPM) merasa dicabut haknya atas tidak tersedianya kolom kosong tidak bergambar dalam kertas suara. Padahal, seharusnya terdapat kolom kosong dalam surat suara di Pilkada Kota Banjarbaru.
"Seharusnya, pascadiskualifikasi, Termohon menerapkan skema kolom kosong tidak bergambar, namun sampai saat pencoblosan tidak pernah dilakukan," ujar Kuasa Hukum Pemohon LABPM, Fitrul Uyun Sadewa, di Ruang Sidang Panel 3, Gedung MK I, Jakarta, Kamis (9/1/2024).
Pemohon menilai KPU Kota Banjarbaru selaku Termohon melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) karena tak menghadirkan kolom kosong dalam surat suara.
KPU Kota Banjarbaru dinilai sengaja mengabaikan Pasal 54C Ayat 2 UU Pilkada yang menyatakan, “Pemilihan satu pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas satu kolom yang memuat foto pasangan calon dan satu kolom kosong tidak bergambar.”
Tak hadirnya kolom kosong dalam surat suara, didalilkan Pemohon dimulai ketika KPU Provinsi Kalimantan Selatan berlandaskan Keputusan KPU Nomor 174 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang ditetapkan 23 November 2024. Instruksi tersebut yang kemudian diikuti oleh KPU Kota Banjarbaru dipandang sebagai pelanggaran secara terstruktur.
"Nyatanya Termohon seolah diam dan melegalkan kecurangan tersebut, sehingga pada saat pemilihan hanya 50 persen masyarakat yang datang ke TPS untuk melakukan hak pilih mereka dan hasilnya pilkada tahun ini dimenangkan oleh surat suara tidak sah," ujar Fitrul.
“Itu berarti mayoritas masyarakat Kota Banjarbaru tidak menginginkan paslon Lisa-Wartono menjadi wali kota dan wakil wali kota terpilih. Namun dipaksa untuk ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan KPU RI Nomor 174,” sambungnya.
Terkait pelanggaran secara sistematis, Pemohon melihat adanya upaya yang cenderung bertujuan untuk memenangkan satu pasangan calon tertentu. Upaya tersebut dimulai dari proses pendaftaran pasangan calon (27-29 Agustus 2024), pendiskualifikasian Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah (31 Oktober 2024), hingga tak dilakukannya cetak ulang surat suara yang berdampak kolom gambar pasangan calon nomor urut 2 yang tercoblos dianggap suara tidak sah.
Terakhir adalah masifnya pelanggaran terkait pembiaran KPU Kota Banjarbaru yang tak menghadirkan kolom kosong dalam surat suara di 403 TPS, tersebar di lima kecamatan dan 20 kelurahan.
Hal tersebut, kata Fitrul, tentu inkonstitusional. Karena bertentangan dengan Pasal 54D UU Pilkada: "KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih pada pemilihan satu pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54C, jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari suara sah".