bakabar.com, MARTAPURA - Sabriansyah (63) meregang nyawa dalam peristiwa pengeroyokan di Desa Mengkauk, Kecamatan Pengaron. Nyawanya melayang setelah dieksekusi puluhan preman suruhan perusahaan tambang imbas polemik kepemilikan jalan angkutan batu bara.
Jasad Sabri ditemukan warga sudah bersimbah darah pada Rabu (29/3) di areal kebun karet sekitaran jalan tambang Desa Mengkauk. Tak lama berselang, polisi berhasil memaksa satu pelaku berinisial Y atau Aya menyerahkan diri ke Polres Banjar.
Dari penyerahan diri Aya, terungkap bahwa ia hanyalah orang suruhan perusahaan untuk membuka jalan hauling yang ditutup Sabri dan keluarga lantaran melewati lahan kerabatnya.
Kapolda Kalsel Irjen Pol Andi Rian, dalam konferensi pers malam tadi, kemudian mengungkap satu nama perusahaan yang diduga berkonflik dengan Sabri.
"Diduga para pelaku memang disuruh oleh seorang petinggi PT JGA. Kita akan panggil dari JGA untuk dimintai keterangannya," ungkap Andi Rian.
Apakah benar pelaku berjumlah sampai 30 orang? Andi Rian tampaknya belum bisa memastikan. Ia baru berkata bahwa terduga pelaku yang diburu berjumlah 2 orang.
Baca Juga: Lansia Tewas Dieksekusi Preman Suruhan di Banjar, Anang Teringat Kasus Jurkani
"Ada dua pelaku lain yang masih kita buru," jelas mantan direktur tindak pidana umum Bareskrim Mabes Polri itu.
Konflik lahan menjadi penyebab utama kematian Sabri. Sabri tewas dikeroyok, ditembak, lalu dicincang oleh puluhan orang suruhan perusahaan. "Bagaimanapun caranya supaya jalan hauling itu dibuka," begitu perintah salah seorang petinggi perusahaan ke Aya.
Usut punya usut, Sabri merupakan kerabat pemilik lahan bernama Muhammad bin Saad. Luasnya 10.000 meter persegi sesuai Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 584/Mengkauk.
Di tanah tersebut, para perusahaan tambang lalu lalang mengangkut emas hitam. Konflik tak terhindarkan, pemilik lahan menggugat perusahaan ke Pengadilan Negeri (PN) Martapura.
Baca Juga: Dikeroyok Preman Suruhan Perusahaan Batu Bara, Pria di Banjar Meregang Nyawa
"Permasalahan tidak lain lantaran perusahaan batu bara merasa lebih berhak atas tanah tersebut. Padahal rakyat kecil yang memiliki SHM-nya," ucap pengacara pemilik lahan, Husrani Noor, Jumat (31/3) pagi.
Kliennya berupaya mengamankan tanah tersebut dengan cara menanam pohon karet. Selama 23 tahun ia hanya gigit jari. "Jadi wajar kalau beliau juga ingin mengambil manfaat dari tanah miliknya," kata Husrani.
Sejak pemblokiran jalan hauling pekan lalu, aksi premanisme mulai berdatangan. Jumlahnya lebih dari 20 orang.
Kronologis Lengkap
Puncaknya pada Rabu (29/3) kemarin. Sebanyak enam mobil kembali menyambangi lokasi jalan yang ditutup, dengan maksud menemui pemilik lahan, Muhammad.
Lantaran tak ada di lokasi, satu mobil memilih mendatangi rumah Muhammad. "Mereka mengaku atas perintah PT JGA. Tujuannya mau menawarkan Rp50 ribu per satu ret," jelasnya.
Muhammad lalu membuka diri, meski tidak langsung mengiyakan. "Pada akhirnya juga tidak jelas kepastiannya dan mereka pulang," ungkap Husrani.
Selanjutnya, sejumlah utusan yang diduga preman tersebut memilih kembali ke lokasi tanah berkonflik. Nahas, Muhammad sudah mendapatkan kabar sudah terjadi penyerangan yang menewaskan satu korban. "Sabri tewas," bebernya.
Baca Juga: Dalang Aksi Barbar Pembunuh Lansia Banjar di Jalan Tambang Versi Polisi
Berdasar keterangan saksi, pelaku berjumlah lebih dari 20 orang. Mereka menaiki 5 unit mobil. Masing-masing membawa senjata tajam. Bahkan senjata api. Warga pun berlarian melihat kedatangan mereka.
"Jadi saat penyerangan itu juga ada warga lainnya di sana. Lantaran melihat keberingasan pelaku yang jumlahnya puluhan dengan sajam, warga pun berlarian. Tertinggal satu korban ini (Sabriansyah)," jelasnya.
"Warga yang lain, menurut saksi kami, ada sekitar 10 orang. Mereka semua lari, tidak mau menunggu, jika menunggu kata saksi kami, semuanya akan ditebas," sambungnya.
Sabri tewas usai mengalami luka tembak pada wajah bagian pelipis, serta sejumlah luka bacok di bagian kepala, leher dan lainnya.
Ia melihat peristiwa pembunuhan tersebut seperti sudah tereancana matang. Terlihat dari kesiapan membawa senjata tajam dan luka-luka korban pada bagian vital.
"Saya berharap kepolisian mengusut tuntas kasus ini dan menangkap semua pelaku. Kalau tidak sampai tuntas, maka Kalsel akan menjadi wilayah 'primitif' yang berakibat akan dianggap biasa-biasa saja dengan tindakan premanisme," pungkasnya.