Alasan Psikologis FOMO
Rasa memiliki adalah kebutuhan dasar manusia. Satu studi yang berfokus pada gadis remaja menyebut kebutuhan ini sebagai 'kelaparan sosial'.
Istilah ini menggarisbawahi betapa pentingnya kebutuhan untuk dimiliki bagi sebagian orang dan mengapa mengalami FOMO dapat mempengaruhi orang-orang tertentu secara negatif. Merasa terhubung secara sosial (kebalikan dari FOMO) bahkan dikaitkan dengan hidup lebih lama dan lebih sehat.
Para peneliti mengatakan bahwa perasaan terikat dengan orang lain menyebabkan berkurangnya stres, yang mendukung sistem saraf dan sistem kekebalan tubuh. Sebaliknya, perasaan FOMO mempengaruhi otak yang mirip dengan kondisi kecemasan lainnya dengan mengaktifkan respons 'fight or flight'.
"Otak merasakan ancaman, ancaman sosial dalam kasus ini, dan membuat kita waspada. Sistem saraf kita menjadi gelisah dan kemudian kita menjadi tidak nyaman dan termotivasi untuk mencari kelegaan," kata Dattilo.
Kebutuhan akan bantuan ini sering mengarahkan orang langsung ke aplikasi media sosial favorit mereka.
"Sayangnya, dengan mencari kelegaan dengan cara ini, kita hanya mempertahankan atau bahkan memperkuat kecemasan yang memicunya," kata Dattilo.
FOMO juga dikaitkan dengan masalah kesehatan mental. Mengalami FOMO dapat dikaitkan dengan depresi, merasa lebih stres dan penurunan kepuasan hidup.
Siapa Saja yang Berisiko Mengalami FOMO?
Menurut Dattilo, usia remaja adalah usia yang rentan mengalami FOMO. Hal ini dikarenakan remaja memiliki waktu yang banyak untuk menggunakan internet.
Akan tetapi, bukan hanya anak muda saja yang berisiko mengalami FOMO. FOMO juga rentan dialami oleh orang-orang yang rajin menggunakan media sosial.
"Kemungkinan penggunaan media sosial dapat menyebabkan kita mengalami FOMO karena kita melihat 'highlight reels' dari kehidupan orang lain," katanya.
"Kemungkinan juga orang-orang yang sangat tertarik dengan hubungan sosial mereka lebih tertarik ke media sosial dan lebih rentan mengalami FOMO," lanjut Dattilo.
Sampai saat ini, sebuah studi yang lebih kecil dari tahun 2017 menemukan bahwa ekstrovert lebih cenderung menggunakan media sosial secara berlebihan daripada introvert.
Dattilo menambahkan, individu yang hidup dengan kecemasan sosial juga berisiko mengalami FOMO. Sebab, mereka lebih cenderung menghindari situasi sosial dan lebih mengandalkan media sosial untuk koneksi serta untuk mengurangi perasaan kesepian.