bakabar.com, JAKARTA - Senator DPD RI Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim begitu geram mengetahui tim Kementerian ESDM diadang sekelompok orang diduga preman di Km 171, Tanah Bumbu Kalsel.
Sebagai salah satu wakil rakyat Kalimantan Selatan di parlemen Senayan, Habib Banua -sapaan karib Abdurrahman- mendesak agar kepolisian segera turun tangan.
"Negara tidak boleh kalah dengan preman, kapolda Kalsel harus melakukan tindakan tegas dan terukur," jelasnya kepada bakabar.com, Minggu (9/7).
Baca Juga: Notulensi 'Bodong' Rapat Km 171 Tanah Bumbu: ESDM Jangan Bohong!
Jalan nasional Km 171 ambrol tergerus aktivitas ugal-ugalan pertambangan batu bara di konsesi milik PT Arutmin. Longsor pertama terjadi pada 28 September 2022.
Setengah badan jalan amblas ke arah lubang galian tambang, sebanyak 23 kepala keluarga terpaksa mengungsi demi menghindari korban jiwa.
Longsor susulan lalu terjadi pada 7 dan 16 Oktober hingga membenamkan seluruh badan jalan penghubung provinsi Kalimantan Selatan dengan Kalimantan Timur itu. Arus lalu lintas tersendat makin parah sejak saat itu.
Ironisnya, di lapangan sampai kini belum terlihat ada penanganan yang signifikan. Kementerian ESDM padahal sudah menyatakan bahwa penyebab longsor adalah tambang tak berizin atau ilegal. Selain tak ada penindakan, Kementerian seolah juga ragu menunjuk siapa pihak yang mesti bertanggung jawab.
Habib Banua pun kembali menyerukan agar Kementerian ESDM segera berani bersikap. Perbaikan Km 171 jangan sampai menggerogoti uang negara. Ia juga tak sepakat bila pemerintah memintai semua pengusaha tambang di Kalsel patungan menanggung beban.
Baca Juga: Pengamat Tuding Kelompok Penguasa Jegal Perbaikan KM 171
"Ada aktivitas pertambangan yang mengakibatkan terjadinya longsor. Ini dulu yang harus ditelusuri," tekannya.
Ide patungan biaya memperbaiki Km 171 muncul dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. Tak hanya Arutmin, sebanyak 83 perusahaan masuk dalam daftar. bakabar.com sudah berkali-kali meminta wawancara dengan pihak Arutmin, namun tak kunjung ada respons.
Kembali ke Habib Banua. Agar kasus serupa tak berulang, maka ia meminta aparat bertindak tuntas terhadap praktik penambangan ilegal. Jangan tunggu rusak, baru melakukan perbaikan. Tentu akan besar biayanya.
"Tragedi Km 171 tak ubahnya zaman jahiliah modern di mana ada tambang ilegal di sebuah areal berizin atau konsesi," jelas keluarga Kesultanan Banjar ini.
Respons Polisi
Dihubungi bakabar.com secara terpisah, Kapolda Kalsel Irjen Pol Andi Rian langsung merespons aksi pengadangan yang menimpa tim Kementerian ESDM di Km 171. Namun mantan pejabat utama Mabes Polri ini tak banyak menjawab.
Peristiwa pengadangan sebelumnya menimpa tim inspeksi dari Kementerian ESDM pada 28 Juni 2023. Kasus ini, kata Andi Rian, telah dilaporkan oleh PT Arutmin. Adapun pelaporan dilayangkan pada 3 Juli 2023 ke Polda Kalsel.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
"Pengaduan masyarakat terkait peristiwa tersebut sudah diterima sepekan lalu," tegas Kapolda Kalsel Irjen Pol Andi Rian Ryacudu Djajadi kepada bakabar.com, Minggu sore (9/7).
"Sekarang sedang ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus)," imbuhnya.
Kendati demikian, Andi Rian tidak menjelaskan detail perkembangan kasusnya. "Silakan langsung ke direktur Reskrimsus," tukas Andi Rian.
Kronologis
Staf koordinasi Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Rohyat, menceritakan kronologis aksi pengadangan yang menimpa timnya di Km 171 Tanah Bumbu.
Pengadangan bermula saat tim Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalsel dan PT Arutmin Indonesia melakukan inspeksi ke Kilometer 171, "Kami tidak mengetahui identitas mereka," aku Rohyat, Jumat (7/7).
Ketika mereka datang, terlihat sejumlah alat berat di sekitar Kilometer 171 yang diduga milik penambang ilegal. Fakta ini juga telah dilaporkan ke Polda Kalsel tertanggal 3 Juli 2023.
Baca Juga: Petugas Kementerian Diadang saat Mengecek Km 171 Tanah Bumbu!
"Alat berat tersebut bukan milik PT Arutmin. Mereka tidak pernah menambang di kawasan tersebut, sehingga diduga milik penambang ilegal. Bahkan sampai laporan dibuat, aktivitas penambangan masih berlangsung," tutur Rohyat.
Aktivis Kalimantan Selatan, Anang Rosadi, tak kuasa menahan geram setelah mengetahui fakta-fakta tersebut. "Seharusnya jangan sampai negara kalah atau takut dengan preman," tukas Anang di dalam rapat itu.
"Kami meminta Ditjen Minerba lebih proaktif mengawal kasus tersebut, karena penambangan di sekitar Km 171 sudah pelanggaran berat. Jalan sudah rusak, seharusnya jangan ditambang lagi," pungkasnya.