Borneo Hits

Polres Banjarbaru Bongkar Produksi Ilegal Minyak Goreng Oplosan Bermerek MinyaKita

Polres Banjarbaru berhasil mengamankan lebih dari 5.831 kilogram minyak goreng oplosan bermerek Minyakita yang diproduksi di Guntung Paikat.

Featured-Image
Kapolres Banjarbaru menunjukan isi dari minyak goreng palsu bermerek Minyakita yang kurang dari 1 liter. Foto: bakabar.com/Fida

bakabar.com, BANJARBARU – Sat Reskrim Polres Banjarbaru berhasil menyita lebih dari 5.831 kilogram minyak goreng oplosan bermerek MinyaKita dalam pengungkapan kasus produksi dan peredaran minyak goreng ilegal.

Minyak goreng tersebut dikemas ulang dengan label palsu serta takaran yang tidak sesuai standar, sehingga merugikan konsumen.

Kapolres Banjarbaru AKBP Pius Febry Aceng Loda dalam konferensi pers, Jumat (28/3) mengungkapkan bahwa barang bukti yang diamankan meliputi 292 dus minyak goreng dan 248 kemasan botol.

Juga alat produksi yang digunakan untuk mengemas minyak goreng curah menjadi kemasan berlabel Minyakita.

“Modus operandi pelaku adalah mengemas ulang minyak goreng curah yang seharusnya hanya untuk keperluan industri, lalu diberi label MinyaKita agar terlihat seperti produk resmi,” ungkap Pius, Jumat (28/3).

Tidak hanya palsu, takaran dalam botol yang seharusnya berisi 1 liter ternyata hanya berkisar 700 hingga 850 mililiter.

Pengungkapan kasus tersebut bermula dari laporan masyarakat yang curiga terhadap aktivitas mencurigakan dalam sebuah rumah di Guntung Paikat. Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, ditemukan produksi minyak goreng ilegal yang telah berlangsung selama tiga bulan terakhir.

Produk ilegal ini dijual dengan harga lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) dan didistribusikan ke berbagai pasar maupun warung di Banjarbaru, Banjarmasin, Pelaihari, Kapuas, dan Marabahan.

“Mereka menjual dengan harga Rp16.000 hingga Rp17.000 per liter atau lebih mahal dari HET sebesar Rp15.700, sehingga merugikan konsumen dan mengganggu pasar minyak goreng resmi,” tambah Pius.

Dari hasil penyelidikan, pelaku diketahui memperoleh keuntungan mencapai Rp70 juta hingga Rp80 juta per bulan, "Penyidik masih terus mendalami kasus ini untuk mengungkap jaringan distribusi dan pihak-pihak yang terlibat," tegas Pius.

Adapun pelaku dijerat Pasal 62 ayat 1 dan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp2 miliar.

Editor


Komentar
Banner
Banner