bakabar.com, BANJARMASIN – Pemilihan wali kota (Pilwali) Banjarbaru 2020 diprediksi berlangsung seru.
Berdasarkan catatan survei sepanjang Pilkada 2020 terjadi fluktuatif suara yang dimiliki semua pasangan calon.
Baik paslon Gusti Iskandar-Iwansyah, Aditya-Wartono maupun Martinus-Darmawan Jaya.
“Menariknya adalah pasangan Gusti Iskandar-Iwansyah sebagai kompetitor pendatang baru relatif cepat dalam mendorong elektabilitasnya,” ucap Pengamat Politik dan Kebijakan Publik FISIP ULM, Dr Taufik Arbain kepada bakabar.com, Selasa (8/12) pagi.
Ini menunjukkan, kata Taufik Arbain, mesin partai Gusti Iskandar-Iwansyah bekerja.
Loyalis Iwansyah di dapilnya juga masih setia. Posisi paslon nomor urut 1 ini diprediksi membayang-bayangi paslon nomor 2 dan 3.
Kendati demikian, ia memprediksi yang akan berkompetisi dalam perolehan angka elektabilitas Pilwali Banjarbaru justru paslon Aditya-Wartono dengan Martinus-Darmawan Jaya.
Kenapa kondisi tersebut bisa terjadi?
Taufik Arbain menilai memang bargaining position Martinus-Jaya tak sekuat Nadjmi Adhani yang ketika disurvei berada di kisaran angka 55-65%.
Sementara saat itu, posisi elektabilitas Aditya-Iwansyah sudah berada di angka 37% lebih.
“Ketika pasangan calon menjadi tiga, justru pemilih loyalis Nadjmi terbelah dan terdegradasi ke paslon Gusti Iskandar-Iwansyah dan Aditya-Wartono. Demikian pula dengan menyeberangnya Iwansyah ke Gusti Iskandar terhadap posisi Aditya,” katanya.
Namun demikian, terdegradasinya elektabilitas pasangan Martinus-Jaya, ketimbang masa almarhum Nadjmi justru sangat masif dari waktu ke waktu.
“Jadi semakin masif dan kencang gerakan Gusti Iskandar-Iwan, justru yang kurang diuntungkan adalah pasangan Martinus-Jaya,” bebernya.
Meski begitu, ia menilai gerakan Gusti Iskandar – Iwansyah kesulitan melampaui angka elektabilitas milik paslon nomor urut 2 maupun 3 itu sendiri.
“Sehingga yang berebut tiket kemenangan Banjarbaru adalah paslon nomor urut 2 dan 3. Namun yang menjadi pertanyaan mampukah Aditya-Wartono memengaruhi pemilih pada kerja-kerja sebelum masa tenang agar tingkat kemantapan bertahan di atas 70% dan mendapat dukungan dari terdegradasinya suara kompetitor lain,” tegas Taufik Arbain.
“Kemudian, mampukah Martinus-Jaya mempertahankan basis suara dan kemantapan pemilih sehingga tidak terdegradasi yang perbedaannya hanya berada pada angka margin error dengan pihak kompetitor lain,” imbuhnya.
Lantas, apakah adanya wakil dari kalangan Jawa memberikan kontribusi terhadap penambahan suara?
Berdasarkan analisis survei, tegas dia, tidak terlalu signifikan karena masyarakat di sana terbuka dan melihat aspek profesional, berpengalaman, merakyat, dermawan, dan kekuatan jaringan.
“Justru saya memprediksi suara Jawa memiliki persentase yang relatif sama ada di semua calon, meskipun sedikit lebih tinggi pada paslon Aditya-Wartono. Terlebih semua paslon menempatkan kalangan Jawa menjadi tim sukses pemenangan,” pungkasnya.