Perkembangan Ekonomi Digital

Perkembangan Ekonomi Digital, CIPS: Perlu Dukungan Kerja Sama Kawasan

Peneliti CIPS Hasran menilai perkembangan ekonomi digital di Indonesia butuh dukungan kerja sama kawasan melalui penguatan FTA dengan negara-negara ASEAN.

Featured-Image
Dunia digital mendorong lahirnya industri baru untuk ekonomi digital indonesia. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi yang berkembang dengan pesat serta cepat. Foto: umsu.ac.id

bakabar.com, JAKARTA - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran menilai perkembangan ekonomi digital di Indonesia membutuhkan dukungan kerja sama kawasan melalui penguatan Free Trade Agreement (FTA) dengan negara-negara ASEAN dan Asia.

“Kerja sama kawasan perlu didorong untuk memaksimalkan potensi ekonomi digital Indonesia," ujar Hasran dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (11/6).

Sembari menunggu peninjauan umum pada FTA yang ada serta dirundingkannya ASEAN Digital Economy Framework (DEFA), ia mengatakan Indonesia perlu menyelesaikan dua pekerjaan rumah utama, yaitu memastikan iklim bisnis dan makro ekonomi sudah cukup kondusif agar digital ekonomi dapat tumbuh, serta memperkuat fondasi digital ekonomi.

Saat ini, klausul ekonomi digital dimuat di dalam dua jenis perjanjian, yaitu perjanjian dagang konvensional (FTA) dan perjanjian ekonomi digital (Digital Economy Agreement/DEA).

Baca Juga: Harmonisasi Kebijakan Modal, CIPS: Hadapi Ketidakpastian Global

Di lingkup ASEAN, Indonesia telah mengikuti beberapa FTA tentang ekonomi digital seperti ASEAN Single Window agreementASEAN Single Window Protocol, ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement, Regional Comprehensive Economic Partnership, dan ASEAN Agreement on E-commerce.

Dokumentasi - Tangkapan layar Peneliti CIPS Hasran saat diskusi daring CIPS bertajuk "Pentingnya Perdagangan bagi UMK di Sektor F&B Indonesia”, Rabu (15/2/2023). Foto: ANTARA
Dokumentasi - Tangkapan layar Peneliti CIPS Hasran saat diskusi daring CIPS bertajuk "Pentingnya Perdagangan bagi UMK di Sektor F&B Indonesia”, Rabu (15/2/2023). Foto: ANTARA

Kendati demikian, kata dia, klausul yang mengatur digital ekonomi dalam beberapa FTA tersebut belum maksimal dalam memfasilitasi transaksi ekonomi digital lintas batas. Hal ini tidak terlepas dari kondisi dari masing-masing negara anggota.

Klausul tersebut tidak mewajibkan negara anggota untuk mempersiapkan rencana aksi dan lini masa untuk mewujudkan komitmennya terhadap perkembangan ekonomi digital.

Meski begitu, Hasran mengungkapkan, amandemen terhadap klausul-klausul tersebut masih mungkin untuk dilakukan. Dalam kasus Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), proses peninjauan umum masih dapat dilakukan dalam lima tahun pasca RCEP disetujui.

Baca Juga: Sistem Pembayaran Digital, CIPS: Inovasi Tingkatkan Inklusi Keuangan

Selain pekerjaan rumah tersebut, ia menyarankan pemerintah juga perlu melakukan inisiatif-inisiatif lainnya, seperti mengupayakan pembangunan infrastruktur digital secara merata serta mempersiapkan regulasi pabean ekspor untuk transaksi e-commerce.

Indonesia memiliki transaksi ekonomi digital yang paling tinggi di ASEAN dibanding negara-negara anggota ASEAN lainnya. Di tahun 2021, transaksi ekonomi digital Indonesia mencakup 42 persen pangsa pasar ASEAN.

RI juga menjadi destinasi terpopuler kedua bagi investasi di bidang ekonomi digital setelah Singapura. Per tahun 2021, Google, Temasek, dan Bain & Company mencatat total investasi yang masuk di sektor digital Indonesia mencapai 9,1 miliar dolar AS, naik dua kali lipat dari tahun 2020.

Editor


Komentar
Banner
Banner