bakabar.com, MAGELANG - Magelang memiliki banyak wisata dan hasil cinderamata yang terkenal sejak ratusan tahun yang lalu.
Salah satunya adalah sekelompok pengrajin pande besi di Desa Rejosari, Dusun Sanggrahan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.
Sekelompok masyarakat di kawasan ini memproduksi perkakas rumah tangga berbahan besi untuk digunakan sehari-hari maupun cinderamata.
Menurut cerita tutur masyarakat setempat, pande besi di Dusun Sanggrahan sudah ada sejak masa perang Diponegoro 1825-1830.
Beberapa menyebut, masyarakat Dusun Sanggrahan juga memasok senjata untuk perang tersebut.
Seorang pande besi dari Dusun Sanggrahan, Mulyono (48) menuturkan, dalam satu bulan, ia bisa memproduksi ratusan perkakas rumah tangga untuk dijual di Indonesia maupun ke luar negeri.
"Saya sendiri generasi ketiga membuat sudah sejak 1990 an, tapi ini usaha keluarga turun temurun," kata Mulyono saat ditemui bakabar.com di Pasar Sanggrahan, Jumat (15/12).
Baca Juga: KH Chudlori dan Pondok API: Syiar Islam di Lereng Merbabu dan Pejuang Kemerdekaan
Awalnya, kakek Mulyono, Sumijan hanya membuat pisau dapur, golok dan alat untuk memotong.
Namun, seiring berjalannya waktu, produk yang dibuat ditambah menjadi aneka cinderamata.
"Misal pisau ya ada motifnya, sendok, garpu, untuk ekspor ada yang request motif tertentu," kata Mulyono.
Beberapa negara yang sudah menjadi target pasar Mulyono yakni Belanda dan Belgia untuk produk sendok dan garpu.
Meski sudah menembus pasar internasional, Mulyono tetap menjual barang dagangannya di Pasar Sanggarahan setiap Wage.
"Produknya kalau yang diekspor atau dijual ke luar Magelang rerata untuk oleh-oleh, sedangkan yang dijual di sini biasanya untuk penggunaan sehari-hari," jelasnya.
Harga yang dibanderol Mulyono untuk pasar internasional cukup kompetitif yakni mulai dari Rp 40.000 hingga jutaan rupiah.
Sedangkan untuk pasar lokal, Mulyono membanderol produknya mulai dari Rp 5.000 saja untuk jenis pisau kecil.
"Tapi ada juga wisatawan lokal yang belinya untuk oleh-oleh, seperti di Borobudur khasnya kerajinan batu, kalau di Lereng Merbabu khasnya kerajinan besi," ujarnya.
Baca Juga: Menelisik Tradisi Saparan di Lereng Gunung Merbabu
Setiap hari saat produksi, Mulyono dibantu 3 asisten dan 1 orang anak laki-lakinya untuk memenuhi pesanan.
"Kami tidak punya toko online, kalau mau beli bisa sekalian wisata ke Merbabu, Andong, atau ke Pasar Sanggrahan," katanya.
Mulyono menuturkan, beberapa pengunjung juga bisa datang langsung ke rumahnya yang berada di Desa Rejosari, Dusun Sanggrahan jika ingin melihat langsung proses produksinya.
"Kadang ada sekelompok wisatawan yang datang, tidak dikenakan biaya, kecuali kalau mau beli produknya," pungkasnya.