Histori

KH Chudlori dan Pondok API: Syiar Islam di Lereng Merbabu dan Pejuang Kemerdekaan

Syubbanul Wathon Tegalrejo, Magelang adalah salah satu pondok pesantren legendaris di Magelang yang kini memiliki puluhan ribu siswa.

Featured-Image
Makam KH Chudlori Tegalrejo Magelang. apahabar.com/Arimbihp

bakabar.com, MAGELANG - Syubbanul Wathon Tegalrejo adalah salah satu pondok pesantren legendaris di Magelang. Kini memiliki puluhan ribu siswa.

Pondok pesantren tersebut didirikan oleh seorang ulama karismatik dan memiliki cara unik dalam syiar Islam di Magelang: KH Chudlori.

Baca Juga: Pimpin Apel HSN, Jokowi Ungkap Asal-usul Penentuan Hari Santri 

Ulama yang pernah mengenyam pendidikan di sekolah pribumi berbahasa Belanda atau Hollandsch-Inlandsche School (HIS) tersebut melakukan syiar Islam di Magelang.

Strateginya terbilang jitu. Yakni dengan tetap melestarikan gamelan serta nilai-nilai kemasyarakatan.

Baca Juga: Program Dana Abadi Pesantren Sudah Ada, Gibran: Kita Fokus Keberlanjutan

"Sesuai dengan ajaran beliau (KH Chudlori), Islam tidak hanya simbolik untuk bangunan, namun lebih pada pendekatan nilai-nilai agar menciptakan kerukunan di masyarakat," kata penerus sekaligus pengurus pondok API, KH Muhammad Yusuf Chudlori kepada bakabar.com.

Saat pertama didirikan pada 15 September 1944, santri yang belajar di pondok tersebut hanya berjumlah delapan orang.

Pondok API Magelang (Apahabar.com/Arimbihp)
Pondok API Magelang. bakabar.com/Arimbihp

Namun, seiring berjalannya waktu jumlah peserta didik terus bertambah. Kini jumlahnya hingga mencapai ribuan orang.

Sebagai santri yang pernah mengenyam pendidikan Islam di perintis Nahdlatul Ulama (NU), Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, KH Chudlori juga dikenal sebagai sosok ulama yang selalu mengajarkan Islam. Dengan gigih, namun juga penuh kedamaian.

Hal itu ditunjukkan saat KH Chudlori menghadapi tantangan dari masyarakat setempat dan lereng Merbabu yang masih banyak menganut Kejawen.

"Tidak pernah menggunakan kekerasan verbal, bahkan perlahan-lahan justru mayoritas warga menerima dan semakin banyak anak-anak mereka yang dididik sang kiai di sana," jelas Gus Yusuf.

Pondok API Tegalrejo, Magelang juga memiliki keunikan yakni kurikulumnya yang berbasis tasawuf. Pembentukan kurikulum yang diterapkan di Pondok API membutuhkan waktu tujuh tahun untuk menjadi lengkap.

Baca Juga: Ruwat Pepunden Kyai Joko Nolo, Tradisi Penghormatan Tokoh Syiar Islam

API mengajarkan tasawuf, baik secara konsep maupun amalan-amalan, maka masyarakat mengenalnya sebagai salah satu pesantren tasawuf di Jawa Tengah.

KH Chudlori dan Perlawanan pada Belanda

Selain menjadi ulama yang melakukan syiar di kawasan lereng Merbabu, KH Chudlori juga menjadi pejuang yang turut melawan Belanda saat agresi militer.

KH Chudlori melakukan perlawanan bersama para santri di medan perang secara bergerilya. Bahkan, ia sampai pernah menjadi salah satu target buruan pasukan Belanda.

Perlawanan KH Chudlori sempat membuat Belanda murka dan membakar sebagian besar bangunan pesantren. Kala itu, ia bersama sejumlah santri serta keluarganya terpaksa mengungsi dari satu desa ke desa lain.

Baca Juga: Sejarah Tari Lengger, Kesenian Klasik Wonosobo yang Terkait Syiar Islam

Baru ketika Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda pada 1949, KH Chudlori dapat kembali membangun pesantrennya.

Selain mencetak santri, Pondok API juga melahirkan sosok penting bagi Republik Indonesia. Salah satu produk gemblengan pondok pesantren itu ialah KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Presiden keempat Republik Indonesia yang dikenal memiliki jiwa nasionalis dan humoris itu pernah belajar langsung kepada Kiai Chudlori di Tegalrejo.

Menurut catatan Gus Yusuf, Gus Dur diketahui menjadi santri di sana sejak tahun 1957 hingga 1959.

"Harapannya ke depan bisa kembali mencetak santri-santri yang berkualitas dan bermanfaat bagi agama dan Bangsa Indonesia," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner