News

Perilaku Elite Indonesia Meresahkan, Hanya Bicara Soal Kepentingan

Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said menilai bahwa para perilaku elite Indonesia meresahkan

Featured-Image
Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said (Foto: apahabar.com/Daffaaldi)

bakabar.com, JAKARTA - Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said menilai perilaku elite di Indonesia semakin meresahkan. Pasalnya banyak dari mereka mengimpretasikan hukum sesuai kepentingannya.

Hal itu lantaran perspektif hukum yang tidak interpretasikan masing-masing orang yasng punya kepentingan. Misalnya tindakan pejabat mungkin diperbolehkan oleh hukum, tetapi ia mempertanyakan kepatutan dari tindakan tersebut.

“Di elite itu perilakunya meresahkan. Nanti kita tanya secara hukum apakah boleh, mungkin boleh tapi apakah patut? Kita bisa pertanyakan itu,” kata  Sudirman Said dalam acara Ngopi Dari Sebrang Istana, Minggu (18/12).

Baca Juga: KPU Umumkan Hasil Rekaptulasi Partai Politik Yang Lolos di Pemilu 2024

Said mencontohkan kepatutan pernyataan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo yang mengatakan sempat menghidupkan kembali wacana perpanjangan masa jabatan Jokowi.

“Ketua MPR mengatakan ini kan sekedar memancing pemikiran, emang enggak dilarang hukum tapi apakah patut menyatakan begitu? itu kan hal-hal demikain yang membuat masyarakat menjadi bingung,” ujarnya.

Selain itu, Said juga mempertanyakan soal peraturan yang terbatas untuk calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2015 silam.

Baca Juga: Tok! Rekapitulasi Partai Politik Lolos Pemilu 2024

Menurut Said, para pejabat harus menakar ucapan dan perilakunya dari segi etik, alih-alih mengedepankan segi legalistik atau hukum.

“Pertanyaannya begini kita mau hidup dalam ukuran apa? Mana yang boleh dan tidak boleh atau mau yang legalistik atau patut tidak patut?” kata Sudirman.

Baginya sangat berbahaya jika seorang pejabat yang punya hak atau wewenang legislasi hanya bersandar pada pemikiran hukum, karena mereka yang melahirkan aturan hukum.

“Ada bahaya besar kalau para pejabat publik atau figur publik itu hidup di taraf legalistik, kalau top management dimana pun, dan berfikir legalistik. Dia bisa buat hukum untuk dirinya sendiri,” tutupnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner