Hot Borneo

Pengangkut Solar Subsidi di Tabalong Ditangkap, Polisi Selidiki Keterlibatan Perusahaan

Seusai menangkap pelaku, Polres Tabalong juga didesak warganet mengusut keterlibatan perusahaan dalam kasus dugaan penyelewengan solar bersubsidi.

Featured-Image
Barang bukti mobil dan solar subsidi yang disita Polres Tabalong. Foto - Humas Polres Tabalong

bakabar.com, TANJUNG - Seusai menangkap pelaku, Polres Tabalong juga didesak warganet mengusut keterlibatan perusahaan dalam kasus dugaan penyelewengan solar bersubsidi.

Diketahui Sat Reskrim Polres Tabalong mengamankan seorang pria berinisial AAN Rabu (19/10). Pria berusia 50 tahun ini kedapatan mengangkut solar bersubsidi untuk keperluan perusahaan.

AAN ditangkap ketika mengangkut 200 liter solar yang ditampung dalam 8 jeriken di workshop milik PT Graha Nusa Teknik (GUT) Gunung Batu di Kelurahan Mabuun, Murung Pudak.

Pelaku mengaku solar bersubisidi itu dibeli dari pedagang eceran, lalu digunakan untuk operasional crane perusahaan terkait. 

Penangkapan itu menarik perhatian warganet. Melalui laman media sosial Facebook, mereka mendesak aparat mengusut keterlibatan perusahaan dalam kasus dugaan penyelewengan solar bersubsidi itu.

" Perusahaannya juga harus kena tindakan," komentar pemilik akun Facebook bernama IW.

"Yang menjual ketangkap, yang menukar (membeli) perusahaan ketangkap juakah (juga ya)? " tanya warganet lain dengan akun MP.

Terkait desakan tersebut, Polres Tabalong mengklaim masih melakukan penyelidikan. Ini termasuk soal kemungkinan instruksi perusahaan kepada pelaku agar membeli solar bersubsidi di eceran.

"Kasus tersebut masih didalami penyidik," sahut Kapolres Tabalong AKBP Riza Muttaqin, melalui PS Kasubsi Penmas Sihumas Aipda Irawan Yudha Pratama, Selasa (25/10).

AAN sendiri diamankan karena mengangkut BBM bersubsidi tanpa izin usaha pengangkutan. Pelaku disangkakan Pasal 55 UURI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 UURI Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.

"Pelaku terancam hukuman penjara selama-lamanya 6 tahun atau denda paling tinggi Rp60 miliar," tandas Yudha.

Editor


Komentar
Banner
Banner