bakabar.com, JAKARTA- Sejumlah himpunann masyarakat sipil mendatangi gedung DPR RI hari ini, Senin (5/12), dalam aksi Penolakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Aksi penolakan ini menyusul rencana Pemerintah dan DPR yang akan tetap nekat mengesahkan Undang-Undang itu, Selasa (6/12). Padahal ada banyak pasal bermasalah, yang dianggap mengungkung kebebesan publik dalam berpendapat.
Sejumlah kelompok yang mengikuti aksi penolakan RUKHP ini diantaranya LBH, Greenpeace, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), LBH Pers, Mahasiswa, buruh, dan kelompok perempuan.
"Dalam aksi ini akan diikuti berbagai kalangan masyarakat sipil, dan belum diketahui berapa banyak massa yang akan datang dan massa masih akan berdatangan," ucap Citra Refarandum, sebagai pengacara publik LBH Jakarta, di Depan Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin, (5/12)
Baca Juga: Soal Pasal Karet di RKUHP, Wamenkumham: Sudah Dibedakan antara Penghinaan dan Kritik
Berdasarkan RKUHP versi 30 November, Hukum adat diakui dalam Pasal 2 ayat 1 RKUHP. Yaitu:
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.
Dalam pasal 2 disebutkan, hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.
"Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah," demikian bunyi Pasal 2 ayat 3.
Baca Juga: Bubarkan Aksi Tolak RKUHP, Polisi: Lihat Lagi Aturannya!
Salah satunya pasal-pasal yang terkandung di draft akhir RKUHP akan memundurkan Indonesia sebagai negara demokrasi. Lalu adanya draft KUHP yang terbaru adalah memuat pasal-pasal yang melanggengkan korupsi di Indonesia, dan membungkam kebebasan pers.
Sebelumnya, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin mengatakan telah menyiapkan 400 personel untuk pengamanan. Ke-400 personel tersebut akan disiagakan di depan gedung DPR.
"Sementara 4 SSK (400 personel) yang akan disiapkan di sana. Itu baru dari polisi aja," ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin, Jakarta, Senin, (5/12).