bakabar.com, JAKARTA - PT Freeport Indonesia telah berkirim surat kepada pemerintah terkait progres pembangunan smelter. Pihak Freeport menyatakan pembangunan smelter tidak bisa rampung pada Desember 2023.
Surat tersebut mengacu pada larangan soal ekspor konsentrat tembaga sebagaimana pengumuman moratorium ekspor bijih bauksit yang akan diberlakukan pada Juni 2023.
Pelarangan ekspor masih menuai pro-kontra lantaran penjualan mineral mentah tersebut lebih dominan diekspor, sementara pabrik pemurnian mineral (smelter) masih dalam proses pembangunan.
Ditjen Minerba Ridwan Djamaluddin mengaku jika pihaknya sudah menerima surat PT Freeport terkait ketidaksanggupan untuk merampungkan smelter dalam batas waktu yang telah ditentukan.
Baca Juga: Jokowi Larang Ekspor Bauksit Juni 2023, ESDM: Freeport Tak Terkecuali
"Memang pemerintah sudah menerima surat dari PT Freeport yang menyampaikan sederhananya tidak bisa selesai Desember 2023," ungkap Ridwan dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (31/1).
Terkait surat tersebut, Kementerian ESDM mengaku belum bisa memberikan jawaban. Sebab terkait Freeport, finalisasinya tidak berada di bawah Direktorat Jenderal Minerba.
"Laporan sudah kami sampaikan ke pimpinan. Memang bukan pada level kami (Direktorat Jenderal) untuk menyampaikan keputusan. Namun para pimpinan sudah mendapat informasi itu dan nanti kita tunggu keputusan mereka," ungkapnya.
Terbaru, Presiden RI Joko Widodo tengah mempertimbangkan soal perpanjangan kontrak pertambangan di Indonesia, yakni Freeport. Jokowi menegaskan perpanjangan kontrak karya itu harus didahului tiga pertimbangan.
Baca Juga: Freeport Indonesia Buka Lowongan Kerja, Lulusan SMK Bisa Daftar
Ketiga pertimbangan itu meliputi mekanisme hukum, perhitungan ekonomi, serta betul-betul berdampak pada kepentingan negara dan rakyat.
Pertimbangan itu diungkapkan oleh Menteri Investasi /BKPM Bahlil Lahadalia usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Jokowi.
"Bapak Presiden mengarahkan agar semuanya berjalan melalui mekanisme hukum yang baik. Yang kedua perhitungan ekonomi yang baik. Yang ketiga harus betul-betul berdampak kepada kepentingan negara dan terhadap rakyat," ungkap Bahlil.
Baca Juga: Ekspor Dilarang, Realisasi Smelter Jauh dari Target
Dalam rapat itu juga dibahas soal perlunya penghitungan kembali sejumlah kontrak karya pertambangan seperti British Petroleum (BP), Vale, dan Freeport. Selain itu Presiden berpesan bahwa kecepatan negara dalam merespons kebutuhan investor sangat krusial dalam investasi bidang minyak dan pertambangan.
"Karena investasi di bidang minyak maupun di bidang pertambangan itu kan tidak bisa dua tahun sudah mau putus atau tiga tahun baru kita," pungkasnya.