bakabar.com, JAKARTA - Rencana Pemerintah membentuk Badan Layanan Umum (BLU) untuk memungut iuran batu bara akhirnya batal. Sebagai gantinya, pelaksanaan pungutan ekspor batu bara akan diatur di luar mekanisme Badan Layanan Umum (BLU).
Hal itu diungkapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif kepada wartawan, di gedung Kementerian ESDM pada Jumat (13/1). Menteri Arifin menilai konsep BLU dalam pungutan iuran batu bara masih menemui beberapa rintangan dan kendala.
Pembentukan BLU kurang sejalan dengan konsep yang diinginkan pemerintah. Konsep kerangka kerja BLU yang diusulkan oleh pengusaha batu bara pada awalnya bakal meniru Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Namun Arifin mengatakan konsep kerja BLU tak bisa disamakan dengan BPDPKS. Hal ini berangkat dari usulan tupoksi BLU batu bara yang hanya punya fungsi tunggal, yaitu mengatur selisih antara harga pasar batu bara dengan harga DMO untuk PLN dan industri tertentu, seperti industri semen dan pupuk.
"Jadi karena mekanisme yang dipakai untuk mekanisme pemerintah itu kurang pas, jadi harus pakai mekanisme lain," ungkap Menteri Arifin.
Pihak ESDM pun sudah melakukan komunikasi dengan para pengusaha ihwal mekanisme pungutan ekspor batu bara pengganti BLU tersebut. "Itu yang sudah disampaikan ke pengusaha," imbuhnya.
Semula BLU akan bertugas untuk menutup selisih antara harga pasar dan harga untuk kewajiban pasar domestik (Domestic Market Obligation/DMO) yang dipatok maksimal US$ 70 per ton, salah satunya untuk PT PLN (Persero).
BLU sangat ditunggu oleh hampir sebagian besar perusahaan tambang yang memasok batu bara di dalam negeri. Namun demikian, menjelang BLU final, pemerintah merubah mekanisme BLU menjadi Mitra Instansi Pengelola (MIP).
Kendati demikian, apapun bentuknya, tujuannya tetap sama, yakni meminimalkan disparitas harga yang terjadi untuk mengamankan keandalan pasokan batu bara di dalam negeri, khususnya untuk kepentingan kelistrikan nasional.