Opini

(OPINI) Dagang Sapi Anies Baswedan dan Gibran Jokowi

Jika Anda pendukung Anies Baswedan yang setiap hari posting kritik, serangan, hingga kecaman kepada Presiden Jokowi.

Featured-Image
Anies Baswedan bersama Gibran Jokowi

Kalimat “Jawa adalah koentji” masih relevan hingga sekarang. Dia mesti sering mendatangi simpul-simpul peradaban Jawa, bertemu banyak elite politik di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan mencari titik temu.

Dengan mendatangi elite politik Jawa Tengah bisa menjadi modal kuat untuk mendatangi diaspora Jawa di seluruh Indonesia, yang jika bersatu bisa memenangkan arena pilpres.

Dia mesti berlari lebih kencang untuk bisa sejajar dengan Gandjar Pranowo yang sudah identik dengan pemilih basis etnik Jawa. Kekuatan pemilih dari basis etnik Jawa ini sukses mengantarkan Jokowi memenangkan kompetisi pilpres dua periode.

Baca Juga: Senator Habib Banua Siap Maju di Pilgub Kalsel 2024

Kedua, Anies menyadari kalau ada sentimen negatif di kalangan pendukung Jokowi terhadap dirinya. Ini terkait dengan polarisasi di DKI Jakarta. Sentimen negatif itu harus dihilangkan dengan cara sering bertemu mereka yang punya afiliasi langsung dengan Presiden Jokowi.

Anies tahu dia mesti berbaik-baik dengan Presiden Jokowi dan pendukungnya, jika ingin menambah pundi-pundi dan bekal suara menuju arena pilpres. Dia tidak mungkin hanya menjaga basis massa fanatiknya di DKI. Dia harus lincah bergerak dan menemui banyak elite politik dan massa di berbagai daerah.

Ketiga, negosiasi politik. Di zaman kerajaan, negosiasi akan berjalan lancar jika Anda membawa persembahan, bisa berupa benda-benda berharga, bisa pula dengan membawa putri raja untuk dinikahkan.

Anies paham logika ini. Dia tak mungkin datang ke Solo untuk menemui Gibran jika tidak membawa satu tawaran. Banyak kalangan yang memprediksi kalau Anies akan membuka ruang agar kartu Jokowi tetap hidup, meskipun sudah tidak menjabat sebagai presiden.

Baca Juga: Ramai Beredar Mafia Tambang Libatkan Polisi, IPW Ragu KPK Dapat Menuntaskan Kasus

Sebagaimana pemimpin di masa kerajaan, kepentingan Jokowi adalah keberlanjutan dan kelanggengan dinasti. Dua hal tadi menjadi amunisi bagi Anies untuk mendapatkan atensi dari Presiden Jokowi.

Banyak yang menduga, Anies akan menawarkan Gibran semua sumber daya untuk menduduki kursi DKI 1. Bagi kubu Jokowi, tawaran ini tentu tidak mungkin ditampik. Sebab dengan menduduki kursi DKI 1, maka satu kaki sudah memijak di arena pilpres. Dengan menjadi DKI 1, maka semua mata anak bangsa akan fokus mengawasi sehingga popularitas bisa dikatrol dengan cepat.

Jika tawarannya bersambut, maka keduanya bisa sama-sama menangguk keuntungan. Jalan Anies ke kursi RI-1 akan semakin lapang. Jalan Jokowi untuk menjaga napasnya di dunia politik melalui anak dan menantu juga berjalan lancar, dan regenerasi kepemimpinan nasional juga bisa segera berjalan.

Pilpres 2024 memang menarik. Sebab ini pilpres terakhir bagi para pemain lama di jagat politik Indonesia. Ini pilpres terakhir bagi politisi sepuh seperti SBY, Megawati, Jusuf Kalla, Surya Paloh, hingga Prabowo Subianto. Pilpres ini adalah transisi untuk mempersiapkan generasi baru yang akan mewarnai politik Indonesia masa depan.

Baca Juga: Ramai-Ramai Tolak KAHMI Jadi Parpol: Sudah Tidak Orisinal!

Bagi kita, kalangan akar rumput, pilpres ini harus dilihat sebagai tontonan menarik. Sebagaimana kata sosiolog Emannuel Subangun, politik kita ibarat pasar di mana para politisi saling barter barang dagangan. Politisi sibuk dagang sapi.

Makanya, tak perlu baper. Tak perlu tengkar. Tak perlu teriak-teriak mendukung calon presiden hanya karena ideologi dan kesamaan visi. Lagi-lagi, ini pasar buah di mana para politisi adalah pedagang yang mengklaimnya buahnya terbaik, namun diam-diam isinya sudah busuk.

Kita menjadi penyaksi, yang diam-diam mencatat, sembari memelihara harapan agar Ïbu pertiwi tidak sedang bersusah hati. Kita menjaga agar agar air mata Ibu Pertiwi tidak semakin berlinang melihat anak bangsa saling jegal demi kekuasaan.

Editor


Komentar
Banner
Banner