Industri Nikel Indonesia

Nikel Indonesia Terancam Punah! ESDM Setop Pembangunan Smelter

Cadangan nikel Indonesia sekarat. Terancam punah. Kementerian ESDM segera penyetopan pembangunan smelter kelas dua.

Featured-Image
Aktivitas bongkar muat nikel di areal pabrik smelter milik PT Antam di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara. Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Cadangan nikel Indonesia sekarat. Terancam punah. Kementerian ESDM segera penyetopan pembangunan smelter kelas dua.

Smelter kelas dua itu, yakni pirometalurgi. Di mana menghasilkan feronikel maupun nickel pig iron (NPII).

Ancaman punah itu ada lantaran logam putih itu terus-menerus digunakan. Masif. Khususnya jenis bijih nikel kadar tinggi (saprolite).

"Kami lagi komunikasi dan koordinasi sama Kementerian Perindustrian. Karena kebanyakan izin keluar, izin yang tidak terintegrasi. Kan ada di sana (Kementerian Perindustrian)," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dikutip, Sabtu (21/10).

Baca Juga: Indonesia Bakal Punya Indeks Harga Nikel Sendiri

Komunikasi itu dilakukan untuk pembatasan pembangunan moratorium smelter baru. Demi memperpanjang stok nikel di Indonesia.

"Kalau nggak (moratorium smelter nikel), habis nikel kita," sambungnya.

Kata Arifin, Indonesia harus menghasilkan produk nikel bernilai tambah lebih besar. Salah satunya dengan memproses hingga prekursor katoda. Sebagai salah satu komponen baterai.

"Sementara juga industri hilir dalam negeri untuk menampung processing yang punya nilai tambah itu harus banyak ditarik. Kan sudah mulai ada, mudah-mudahan untuk bikin prekursor," lanjutnya.

Lebih jauh, kata dia, melimpahnya nikel di Indonesia mestinya bisa jadi modal utama. Khususnya untuk proses hilirisasi yang lebih lanjut lagi.

Baca Juga: MIND ID Genjot Hilirisasi, Satu Smelter Dibangun di Kalbar

"Itulah modal utama kita. Dikasih modal utama mineral yang bisa membantu elektrifikasi energi bersih harus kita manfaatkan," tandasnya.

Penting untuk tahu. Di Indonesia ada 44 smelter yang mampu memproses nikel kadar tinggi (pirometalurgi). Begitu kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif.

Sedangkan, untuk nikel yang melalui proses hidrometalurgi (kadar rendah), ada sebanyak tiga smelter.

"Nah konsumsi untuk pirometalurgi memakan bijih nikel dengan kadar tinggi, yaitu saprolite, adalah sebesar 210 juta ton per tahun. Dan untuk hidrometalurgi ke arah baterai, memerlukan bijih nikel kadar rendah, yaitu limonite, sebesar 23,5 juta ton per tahun," terangnya.

Baca Juga: ESDM Bantah Kabar Miring Smelter Kesulitan Memperoleh Bijih Nikel

Lalu juga, masih terdapat smelter nikel dalam tahap konstruksi. Ada 25 untuk proses pirometalurgi yang sedang dibangun.

Ada juga smelter nikel melalui proses hidrometalurgi. Yang mana tercatat terdapat enam smelter. Juga sedang dibangun.

"Ada yang sedang dalam tahap konstruksi sebesar 25 smelter dengan konsumsi bijih 78 juta ton per tahun. Dan ke arah proses baterai hidrometalurgi ada 6 smelter yang sedang konstruksi dengan kebutuhan biji 34 juta ton Per tahun," tambahnya.

Tidak berhenti di situ. Pembangunan smelter nikel kelas dua jenis pirometalurgi juga semakin masif. Dengan adanya rencana proyek baru sebanyak 28.

Baca Juga: BUMN Mesti Bangun Smelter Nikel Milik Negara

Sementara untuk dengan proses hidrometalurgi sedang dalam tahap perencanaan. Sebanyak 10 smelter.

"Kebutuhan masing-masing 130 juta ton per tahun (pirometalurgi) dan 54 juta ton per tahun (hidrometalurgi)," bebernya.

Dengan begitu, jika ditotal ada 116 titik smelter nikel. Apakah itu yang sudah beroperasi, masa konstruksi maupun perencanaan.

Rincinya, dengan proses pirometalurgi di Indonesia mencapai 97 smelter. Serta untuk jenis hidrometalurgi ada 19.

"Total smelter yang ada sampai dengan saat ini, belum lagi yang terbaru, itu ada 116 smelter," tutupnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner