bakabar.com, JAKARTA –Tanaman aren bagi masyarakat Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, merupakan komoditas unggulan setelah kopi dan aneka sayuran. Tanaman aren bagi masyarakat Indonesia umumnya menjadi pepohonan untuk pembatas lahan dengan tanah warga lainnya.
Aren juga sering digunakan sebagai tanaman konservasi air dan tanah, terutama pada kawasan miring, jurang, dan daerah aliran sungai (DAS) agar tidak menjadi lahan kritis.
Selain itu, tanaman aren ini juga memiliki banyak manfaat karena hampir seluruh bagiannya bisa dijadikan produk pangan maupun kerajinan rumah tangga.
Asmawi, warga Desa Air Meles Bawah, Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong, merupakan petani aren yang sudah 30 tahun menekuni usaha tersebut. Pohon aren bagi pria 56 tahun itu telah menjadi berkah dan pundi-pundi rupiah keluarganya.
Baca Juga: Jelajah Wisata Kabupaten Garut
Lelaki yang memiliki tiga anak perempuan menjalani profesi sebagai petani aren karena turun-temurun dari orang tua dan nenek moyangnya. hal itu dilakoninya dengan penuh semangat kendati kadang hasil dari pengolahan gula aren tidak selalu menggembirakan.
Kebun aren milik Asmawi seluas 2 hektare dengan ditanami pohon aren sebanyak 350 batang. Setiap hari ia seorang diri naik turun pohon aren untuk menyadap air nira guna dijadikan gula aren atau mereka sebut gula batok.
"Air nira yang bisa diambil setiap harinya mencapai 200 liter. Setelah dimasak bisa menjadi gula batok sekitar 20 kilogram. Saat ini harga gula aren di (tingkat) perajin sekitar Rp17.000 per kg," ujarnya seperti yang dikutipa Antara, Minggu (30/4).
Tanaman aren yang disadapnya itu sendiri saat ini sudah berumur 20 tahun bahkan ada yang lebih. Dari sekian banyak batang tanaman ini sudah ada beberapa puluh batang yang telah dilakukan penyulaman dengan tanaman baru karena produksi air niranya sudah menyusut akibat berumur tua.
Upaya penyulaman tanaman aren itu dilakukannya guna menjaga agar tanaman aren di kebunnya tetap produktif. Tindakan ini sebagai antisipasi mencegah punahnya tanaman aren di Bumi Rejang Lebong seiring dengan kemajuan zaman, perubahan budaya, dan mulai menyempitnya lahan pertanian.
Terancam punah
Keberadaan tanaman aren di Kabupaten Rejang Lebong saat ini, menurut dia, terancam punah karena banyak tanaman yang mati sebab sudah tua, juga akibat pengambilan buah kolang-kaling secara besar-besaran guna memenuhi kebutuhan ekspor.
"Saat ini kolang-kaling yang sudah diolah dibeli oleh penampung Rp6.000 per kg, harganya terbilang tinggi sehingga banyak orang yang mencari buah aren ini untuk diolah jadi kolang-kaling," ujarnya.
Buah kolang-kaling dari kebun milik Asmawi sendiri setiap tahunnya bisa menghasilkan ratusan tandan. Namun dirinya tidak mau menjual seluruh tandan buah itu lantaran takut akan menyebabkan tanamannya mati. Ia tetap konsisten mengambil air nira dan serabut atau ijuknya saja.
Selain itu, usaha pengolahan produk turunan dari tanaman aren ini juga semakin sedikit yang menekuninya dan hanya dilakukan kaum tua atau tidak ada regenerasi.
Baca Juga: Solo Menari, Semarak Kota Budaya dan Bangkitnya Ekonomi Kreatif
"Kalangan anak muda banyak tidak mau jadi perajin gula aren karena kerjanya susah dan untuk menghasilkan gula aren bisa memakan waktu 8 jam dan harga jualnya juga segitu-gitu saja," urainya.
Ketua Komisi II DPRD Rejang Lebong Wahono menyatakan tanaman aren merupakan komoditas unggulan daerah ini sehingga perlu terus dijaga agar tidak punah.
"Setelah tanaman kopi dan aneka sayuran lainnya, tanaman aren jadi unggulan karena bisa diambil buahnya untuk dijadikan kolang-kaling guna memenuhi kebutuhan ekspor," kata Wahono.