bakabar.com, JAKARTA - Di lepas pantai timur laut Kalimantan terdapat pulau kecil yang bernama Bunyu. Di tempat itu berdiri tambang batu bara milik Adani Group.
Saat ini, Pulau Bunyu masuk ke dalam wilayah administratif Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan rumah bagi 11.000 penduduk. Pulau itu menjadi lokasi bermukim penduduk asli Tidung, serta banyak pendatang dari Jawa dan Sulawesi.
Selama beberapa generasi, Bunyu menyediakan ikan, beras, dan buah-buahan yang melimpah bagi masyarakatnya. Namun, ekstraksi batu bara besar-besaran yag terjadi sejak era 1990-an telah merusak sumber daya alam pulau tersebut.
Sebuah kelompok advokasi lingkungan Indonesia menyebut keberadaan tambang yang ada disana telah melanggar hukum yang seharusnya melindungi pulau-pulau kecil dari pemangsaan perusahaan tambang yang merusak lingkungan.
Baca Juga: Unit Bisnis Adani Ada di Indonesia, BEI Pantau 'Saham Gorengan'
Grup Adani diketahui tiba di Bunyu pada tahun 2006 dan memiliki operasi penambangan terbesar di pulau itu. Menurut AdaniWatch --proyek nirlaba yang didirikan Bob Brown untuk menyoroti kesalahan Grup Adani di seluruh dunia-- tambang besar Adani seharusnya tidak diizinkan di Bunyu.
"Pulau-pulau kecil sangat rentan terhadap dampak sosial dan lingkungan dari pertambangan," tulis AdaniWatch yang diketahui bakabar.com pada Senin (20/2).
Sementara itu, berdasarkan kelompok advokasi lingkungan seperti JATAM, ditemukan lebih dari 9.700 sewa tambang di Indonesia, dengan izin eksplorasi perusahaan batu bara mencakup lebih dari 35% wilayah pulau.
JATAM mengatakan bahwa pembiayaan operasional 55 pulau kecil setidaknya sebagian ditanggung dari sewa tersebut. Akibatnya, pemerintah berusaha untuk mendefinisikan pulau-pulau kecil dan operasi yang diizinkan di pulau-pulau kecil tersebut.
Baca Juga: Meski Terseret Skandal, Kekayaan Gautam Adani Jauh Lampaui Low Tuck Kwong
Dalam rencana zonasi Kalimantan Utara, diketahui kategori 'pulau kecil' adalah pulau dengan luas kurang dari 200 kilometer persegi. Sementara itu, luas Bunyu adalah 198,32 kilometer persegi.
Pasal 23 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara tegas menyatakan tidak dibenarkan memiliki tambang di pulau-pulau kecil. Dengan kata lain, tambang batu bara Adani seharusnya tidak diizinkan beroperasi di Bunyu.
"Sayangnya, pemerintah Indonesia juga memiliki undang-undang yang dirancang untuk mendorong investasi di bidang pertambangan," tulis AdaniWatch.
Pulau Bunyu bahkan diklasifikasikan sebagai kawasan strategis ‘Kelas A’ untuk pengembangan minyak dan gas. Sebuah inkonsistensi antara satu perangkat hukum yang dirancang untuk melindungi pulau-pulau kecil dari pertambangan dan perangkat hukum lain yang dirancang untuk mendorong pertambangan.
Baca Juga: Mengenal Sosok Gautam Adani yang Disebut Jokowi Bikin Rugi India
"Uniknya hal itu belum diselesaikan secara definitif di pengadilan," tukas AdaniWatch.
Temuan JATAM terakhir menunjukkan lebih dari 50% luas lahan di Bunyu telah menjadi konsesi pertambangan. Oleh karena itu, penambangan batu bara di Bunyu berjalan sesuai dengan agenda yang ditetapkan oleh Adani, selain aktivitas perusahaan minyak dan gas milik negara.
Menurut AdaniWatch, munculnya penambangan batu bara jauh lebih baru daripada eksploitasi minyak dan gas, dengan operasi penambangan pertama dimulai pada akhir 1990-an.
"Awal tahun 2000-an, Adani hadir dengan mendirikan setidaknya dua anak perusahaan, PT Lamindo Intra Multikon dan PT Niaga Mulya," terang AdaniWatch.
Baca Juga: Jokowi Ingatkan Soal Adani Group, Seperempat PDB India Hilang
Di antara mereka, anak perusahaan Adani memiliki konsesi di Bunyu seluas sekitar 2600 ha (sekitar 14% dari luas pulau). Menurut video promosi perusahaan, tambang batu bara Adani didirikan di Bunyu pada 2006 dan ekspor pertama ke India pada 2008.
Situs web Adani menyebutkan bahwa anak perusahaannya, Lamindo, mengekspor empat juta ton batu bara ke India pada 2017-2018, dengan target 5,5 juta ton untuk tahun berikutnya.
Video promosi Adani juga menjelaskan bahwa perusahaan telah mengekspor rata-rata 5 juta ton per tahun sejak 2009. Ini menjadikan operasi Adani yang terbesar di Bunyu. Menurut sebuah sumber, kedalaman tambang Adani sudah mencapai 50 meter di bawah permukaan laut.
AdaniWatch mulai melaporkan tentang dampak buruk tambang Bunyu pada bulan Februari 2020. Mereka menggambarkan hal merugikan dari tambang tersebut terhadap produksi pertanian, sumber daya air, dan perikanan di pulau tersebut.
Baca Juga: Kisah Gautam Adani, Sosok Putus Sekolah yang Jadi Orang Terkaya di Dunia
Sementara di Australia, Adani paling dikenal sebagai perusahaan di balik usulan tambang batu bara Carmichael di Queensland. Sebelumnya, Adani Group dikenal sebagai konglomerasi perusahaan yang bergerak dalam berbagai bisnis, termasuk pembangkit listrik tenaga batu bara, pelabuhan, kelapa sawit, bandara, industri pertahanan, tenaga surya, real estat, dan gas.
"Pendiri dan ketua grup, Gautam Adani, adalah orang terkaya kedua di India dan memiliki kedekatan dengan Perdana Menteri India Narendra Modi," tulis AdaniWatch.