bakabar.com, JAKARTA – Barangkali Anda sering mendengar soal kisah Bill Gates dan Mark Zuckerberg yang tidak menyelesaikan pendidikannya, namun sukses memuncaki daftar orang terkaya di dunia. Latar belakang yang demikian tak berbeda jauh dengan nasib Gautam Adani.
Pria terkaya di Asia versi Forbes Real Time Billionaire itu sempat mengenyam pendidikan di Universitas Gujarat, India. Namun, Adani menyadari kehidupan akademis tak cocok dengan dirinya. Dia pun memutuskan hengkang dari perguruan tinggi tersebut.
Kalau ijazah pendidikan tinggi saja tak dia pegang, lantas bagaimana bisa Adani menjadi orang Asia pertama yang masuk jajaran tiga konglomerat dunia? Merangkum berbagai sumber, berikut kisah perjalanan hidupnya yang menginspirasi.
Bukan Anak Bangsawan yang Bertekad Membawa Perubahan
Gautam Adani lahir dalam tujuh bersaudara pada 24 Juni 1962. Keluarganya bukanlah orang berada. Mereka bahkan mulanya berasal dari sebuah kota kecil Tharad, lalu pindah ke bagian utara Gujarat dengan harapan bisa mendapatkan taraf hidup yang lebih baik.
Sang ayah pun akhirnya menjadi pedagang tekstil, namun usaha tersebut milik orang lain. Bagaikan 'berkat terselubung', profesi yang ditekuni sang ayah malah memicu jiwa entrepreneur dalam diri Adani.
Alih-alih melanjutkan pendidikan tinggi hingga lulus, Adani memilih keluar saat dirinya berada di tahun kedua perkuliahan. Selepas itu, tepatnya pada 1978, dia berhijrah ke Mumbai dengan membawa bekal berupa uang 100 Rupee dan segenggam asa untuk menjadi orang berada.
Setibanya di pusat keuangan India, Adani bekerja sebagai penyortir berlian untuk Mahendra Brothers selama dua sampai tiga tahun. Seolah tak puas menjadi pegawai, di saat itu pula, Adani mendirikan perusahaan pialang berlian sendiri di Zaveri Bazaar.
'Haus' akan Bisnis
Belum cukup dengan satu bisnis, Adani kembali mengelola lini bisnis. Pada 1981, kakak laki-lakinya, Mansukhbhai Adani, membeli unit bisnis plastik di Ahmedabad. Dirinya pun mengajak sang adik untuk mengelola bisnis tersebut.
Setelah mengikuti bisnis plastik, tepatnya pada 1985, Adani sukses bermain di pasar global lewat impor polyvinyl chloride (PVC) hingga akhirnya menjadi importir utama untuk industri kecil. Selang tiga tahun kemudian, dia mendirikan Adani Exports Limited - sekarang dikenal sebagai Adani Enterprises Limited.
Perusahaan yang merupakan induk dari Adani Group itu mulanya bergerak di bidang agrikultur dan komoditas energi. Tak lama kemudian, bisnis Adani berkembang pesat berkat kebijakan Pemerintah Gujarat.
Tahun demi tahun berlalu, bisnis Adani pun makin sukses melebarkan sayapnya di berbagai sektor, mulai dari industri tekstil, metal, hingga produk agro. Tak berhenti di situ, dia kembali membentuk Adani Power, yang merupakan perusahaan energi dan tenaga terbesar di India.
Strategi bisnisnya makin menggila di tahun 2020. Kala itu, perusahaan Adani memenangkan tender PLTS terbesar di dunia seharga USD6 miliar. Dia juga mengakuisisi 74 persen saham Mumbai International Airport.
Adapun di tahun ini, Adani masih terus berupaya melebarkan sayap bisnisnya ke sektor-sektor strategis. Sebut saja, pada Mei 2022, Adani mengakuisisi Ambuja Cement dan subsidiari dari Holcim Group dengan nilai USD10,5 miliar.
Berlimpah Harta, tapi Tetap Berderma
Meskipun sudah tajir melintir, Adani tak pernah melupakan kehidupan sosial masyarakat. Pada akhir Juni lalu, misalnya, dia pernah berjanji menyumbangkan dana sebesar 600 miliar Rupee atau setara Rp114 triliun untuk membantu peningkatan kesejahteraan sosial.
“Ini adalah salah satu transfer terbesar yang dilakukan ke sebuah yayasan dalam sejarah perusahaan India,” ujar sang taipan bisnis.
Konglomerat itu mengatakan dana tersebut bakal dikelola oleh yayasannya, Adani Foundation. Dana ini utamanya berfokus pada peningkatan perawatan kesehatan, pendidikan, dan pengembangan keterampilan.