bakabar.com, JAKARTA - Perdana Menteri Inggris, Liz Truss, mundur dari jabatannya setelah hanya enam minggu menjabat. Keputusan ini lantaran dirinya tak mampu memperbaiki kondisi ekonomi Negeri Big Ben.
Dalam sebuah pernyataan di luar Downing Street, Truss berujar, “Saya mengakui bagaimana pun, mengingat situasi (inflasi saat ini), saya tidak dapat menyampaikan mandat di mana saya dipilih oleh Partai Konservatif.”
Keputusan Truss yang demikian sontak menuai beragam reaksi, salah satunya datang dari Profesor Politik di Royal Holloway, Nicholas Allen. Dia menilai mundurnya wanita berusia 47 tahun itu justru menghadirkan kekacauan baru dalam sejarah Inggris.
“Tidak ada posisi perdana menteri baru yang terguling begitu cepat dalam jabatan perdana menteri mereka atau begitu dahsyat seperti Truss selama beberapa minggu terakhir,” kata Allen, dikutip dari Al Jazeera, Jumat (21/10).
Baca Juga: Mengapa 'K' Jadi Satuan Ribu dalam Rupiah? Begini Sejarahnya
Perdana Menteri Perempuan Ketiga di Inggris
Liz Truss sendiri sejatinya bukanlah pendatang baru di dunia politik. Dirinya dilantik menjadi perdana menteri pada 6 September 2022, menggantikan Boris Johnson yang mengundurkan diri lantaran tersandung serangkaian skandal pemerintahan.
Pelatikan ini sekaligus menjadikan Truss sebagai perdana menteri perempuan ketiga di Inggris, setelah Margaret Thatcher dan Theresa May. Salah satu kebijakan Truss juga diketahui meniru langkah pendahulunya, Thatcher.
Kebijakan tersebut ialah menjanjikan pemotongan pajak radikal dan pengeluaran tinggi untuk mengekang harga energi. Truss meyakini pajak yang lebih rendah menguntungkan kelompok pendapatan kecil, sehingga menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang substansial.
Kebijakan serupa juga pernah diterapkan Mantan Presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan, pada 1980-an. Kala itu, pajak yang lebih rendah berhasil diterapkan, utamanya untuk orang kaya dan mendorong investasi.
Sayangnya, kebijakan tersebut tak berhasil diterapkan di masa kepemimpinan Truss. Alih-alih membaik, kondisi ekonomi Inggris malah makin hancur di tengah krisis biaya hidup yang sudah parah.
Baca Juga: 13 Oktober Hari Tanpa Bra, Bagaimana Sejarahnya?
Lulusan Oxford, Gelar Pilihan Elite Politik Inggris
Karier Truss yang sudah malang melintang di dunia perpolitikan Inggris tak terlepas dari latar belakang pendidikannya. Dia merupakan lulusan Universitas Oxford dengan konsentrasi studi Filsafat, Politik, dan Ekonomi.
Jurusan kuliah tersebut sejatinya adalah pilihan para elite politik Inggris. Sebab itulah, tak ayal bila Truss sukses ‘merentangkan sayapnya’ di dunia politik sedari usia muda.
Namun, sebelum terjun di dunia politik, Truss ternyata sempat berkarier di perusahaan minyak dan gas dengan merek dagang Shell. Serta, perusahaan telekomunikasi bernama Cable and Wireless.
Pencapaian Truss yang demikian agaknya juga tak terlepas dari didikan orang tuanya. Kala itu, sang ayah merupakan seorang profesor di salah satu universitas, sedangkan ibunya berprofesi sebagai perawat sekaligus guru.
Demikianlah sekilas profil Liz Truss, sang Perdana Menteri Inggris dengan jabatan tersingkat dalam sejarah. Terlepas dari ‘kegagalannya’ kali ini, sosok bernama lengkap Mary Elizabeth Truss ini adalah wanita hebat nan cerdas.