bakabar.com, BANJARMASIN - Sebelum merealisasikan keinginan memberangkatkan guru Bahasa Inggris ke Cambridge University, Pemkot Banjarmasin mendapat masukan penting.
Pemkot Banjarmasin berencana memboyong 15 guru Bahasa Inggris dari tingkat SMP untuk belajar singkat selama sepuluh hari ke Inggris. Dengan argumen hendak meningkatkan mutu pendidikan, mereka siap menanggung biaya sebesar Rp1,4 miliar.
Namun sebelum rencana tersebut direalisasikan, masukan bagus dilontarkan akademisi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat.
"Niat tersebut baik, tetapi kurang tepat sasaran. Memberangkatkan guru ke Inggris dengan dalih ingin meningkatkan mutu pendidikan adalah hal yang kurang mendasar," papar dosen FKIP ULM, Reja Fahlevi, Kamis (23/11).
"Semestinya sebelum berencana, Pemkot Banjarmasin terlebih dahulu melihat rapor pendidikan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)," imbuhnya.
Dalam rapor pendidikan, terdapat berbagai indikator. Mulai dari capaian hasil belajar, kualitas proses pembelajaran, hingga pemerataan hasil belajar murid berdasarkan wilayah.
Kemudian pemerataan hasil belajar murid berdasarkan kelompok sosial ekonomi, iklim satuan pendidikan dan sebagainya.
"Mengacu rapor pendidikan 2022, masih terdapat warna merah di tingkat SMP. Artinya implikasi kualitas pembelajaran peserta didik di Banjarmasin masih rendah," tegas Reja.
Adapun kualitas pembelajaran peserta didik bisa dilihat dari indeks kualitas pembelajaran, refleksi guru, dan kepemimpinan instruksional atau kepala sekolah.
"Mengacu rapor pendidikan, indeks kualitas pembelajaran di Banjarmasin masih belum maksimal. Kemudian indeks refleksi guru masih dalam kategori pasif. Sedangkan indeks kepemimpinan instruksional berada dalam kategori terbatas," jelas Reja.
Itu belum belum termasuk indeks kualitas infrastruktur. Faktanya masih banyak fasilitas yang kurang layak di Banjarmasin, baik tingkat SD maupun SMP.
"Kalau memang ingin melakukan perbaikan kulitas pendidikan, Pemkot Banjarmasin harus jeli melihat kebutuhan mendesak dan yang harus diperbaiki segera," cecar Reja.
"Artinya alangkah lebih bijak kalau anggaran yang digelontorkan itu dialihkan ke perbaikan fasilitas. Namun kalau akhirnya tetap direalisasikan juga, kami berharap semua pihak berkomitmen dengan tujuan awal," tukasnya.
Di sisi lain, keputusan hanya memberangkatkan guru Bahasa Inggris berpotensi memunculkan kecemburuan. Justru Pemkot Banjarmasin dianjurkan memberi kesempatan kepada semua guru melalui seleks.
"Saya berkeyakinan bahwa kemampuan berbahasa Inggris juga dimiliki oleh guru-guru non bidang studi Bahasa Inggris. Makanya rencana tersebut harus diawali seleksi terbuka untuk semua guru mata pelajaran," saran Reja.
Terlepas dari rencana memberangkatkan guru-guru Bahasa Inggris, Reja Fahlevi berharap Pemkot Banjarmasin memiliki rencana kebutuhan dari level sedang hingga prioritas.
"Rencana itu pun harus melihat data dan sasaran. Jangan kebutuhan yang dirasa-rasa. Kalau untuk kebijakan pendidikan, rapor pendidikan dapat menjadi acuan," tandasnya.