Peristiwa & Hukum

Melawan Lalu Kabur Saat OTT di Amuntai, Kasi Datun Kejari HSU Jadi Buronan KPK

Taruna menjadi buron lantaran melawan dan berhasil kabur dalam upaya penangkapan saat OTT yang dilakukan KPK pada Kamis (18/12).

Featured-Image
Kajari HSU, Albertinus P Napitupulu (APN) dan Kasi Intel Asis Budianto dihadirkan ke publik saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta. Foto: Tangkapan layar konferensi pers KPK

bakabar.com, BANJARMASIN – Kasi Datun Kejari HSU, Tri Taruna Fariadi (TAR) saat ini berstatus buronan. Taruna menjadi buron lantaran melawan dan berhasil kabur dalam upaya penangkapan saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (18/12).

“Benar, TAR melakukan perlawanan dan melarikan diri sehingga saat ini terhadap yang bersangkutan dilakukan upaya pencarian,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12).

Taruna merupakan satu dari tiga orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Sedang dua tersangka lainnya Kajari HSU, Albertinus P Napitupulu dan Kasi Intel, Asis Budianto sudah ditahan.

“Tentunya kami berharap kepada yang bersangkutan kooperatif dan segera menyerahkan diri untuk mengikuti proses hukum selanjutnya,” imbuh Asep.

Hingga saat ini KPK masih melakukan perburuan terhadap Taruna. Apabila tak membuahkan hasil, KPK akan sesegeranya mengeluarkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO). “Sehingga akan kami terbitkan daftar pencarian orang apabila pencarian tidak membuahkan hasil,” jelas Asep.

Selain itu, KPK juga akan berkoordinasi dengan kejaksaan serta pihak keluarga untuk mencari tahu keberadaan Taruna.

“Tentunya kami akan berkoordinasi dengan instansi bersangkutan secara berjenjang, karena yang bersangkutan kan ada di HSU di atasnya kan ada Kejaksaan Tinggi, kita juga akan berkoordinasi kepada keluarganya,” kata Asep.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Kajari HSU Albertinus P. Napitupulu (APN) Kasi Intel Asis Budianto (ASB) dan Kasi Datun Tri Taruna Fariadi (TAR) sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan. 

“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang tersangka, yakni APN selaku Kajari HSU, ASB selaku Kasi Intel, dan TAR selaku Kasi Datun,” ucap Asep.

Dalam penyelidikan, KPK menemukan bahwa ketiganya diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah pejabat dan pihak lain di Kabupaten HSU. Sasaran pemerasan antara lain Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik), Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes), Kepala Dinas PUPR, Direktur RSUD Pambalah Batung Amuntai, serta pihak lainnya.

Asep menjelaskan, modus pemerasan dilakukan dengan ancaman tidak menindaklanjuti laporan pengaduan dari LSM yang masuk ke Kejaksaan Negeri HSU.

“Permintaan tersebut disertai ancaman agar laporan pengaduan tidak diproses secara hukum,” jelasnya.

Berdasarkan hasil penyelidikan, Albertinus diduga menerima uang hasil pemerasan senilai Rp804 juta dalam kurun waktu November hingga Desember 2025. Penerimaan tersebut terbagi dalam dua klaster, baik secara langsung maupun melalui perantara.

Pada klaster pertama, uang diterima melalui Kasi Datun Tri Taruna Fariadi. Rinciannya berasal dari Kadisdik berinisial RHM sebesar Rp270 juta dan dari Direktur RSUD Pambalah Batung berinisial FEN sebesar Rp235 juta.

Rinciannya pada 23 November 2025 dari RHM sebesar Rp120 juta, 23 November 2025 dari FEN sebesar Rp15 juta, 24 November 2025 dari FEN sebesar Rp200 juta, 25 November 2025 dari FEN berupa tiket senilai Rp20 juta dan 16 Desember 2025 dari RHM sebesar Rp150 juta.

Sementara pada klaster kedua, uang diterima melalui Kasi Intel Asis Budianto yang berasal dari Kadinkes berinisial YND sebesar Rp149,3 juta, diterima pada 18 Desember 2025.

Selain itu, Asis dalam periode Februari hingga Desember 2025 juga diduga menerima aliran uang dari sejumlah pihak sebesar Rp63,2 juta sebagai perantara Albertinus.

Tak hanya pemerasan, Albertinus juga diduga melakukan pemotongan anggaran Kejaksaan Negeri HSU yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Dana tersebut berasal dari pencairan tambahan uang persediaan (TUP) senilai Rp257 juta tanpa surat perintah perjalanan dinas (SPPD), serta pemotongan anggaran dari sejumlah unit kerja.

“Keterangan ini disampaikan oleh bendahara yang bersangkutan,” beber Asep.

Albertinus juga diduga menerima penerimaan lain sebesar Rp450 juta, dengan rincian transfer ke rekening istri APN sebesar Rp405 juta dari Kepala Dinas PUPR, serta Rp45 juta dari Sekretaris DPRD HSU pada periode Agustus hingga November 2025.

Sementara itu, Tri Taruna Fariadi selain berperan sebagai perantara, juga diduga menerima aliran uang sebesar Rp1,07 miliar. Rinciannya, pada 2022 menerima Rp930 juta dari mantan Kadisdik, dan pada 2024 menerima Rp140 juta dari seorang kontraktor.

Dalam kegiatan penindakan tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti berupa uang tunai Rp318 juta yang disita dari rumah Albertinus.

“Dari kegiatan penangkapan ini, KPK mengamankan barang bukti berupa uang tunai Rp318 juta,” kata Asep.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.

KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026.

Editor


Komentar
Banner
Banner