Oleh Puja Mandela
Ribuan kilometer dari Jakarta, satu hotel yang berada di pesisir pantai tenggara Kalimantan diputuskan untuk menjadi tempat karantina dan isolasi warga yang terdampak Covid-19.
Hotel itu bernama Medina. Hotel ini sempat beberapa kali berganti nama. Pernah eksis dengan nama Muhibbin, lalu menjadi Putri Duyung, dan kini setelah diambil alih oleh Yayasan 69, namanya berganti menjadi Medina.
Kenapa Medina? Nama itu diambil dari nama anak perempuan kesayangan Mardani H. Maming (MHM) yang saat ini menjabat Ketua Umum HIPMI.
Hotel Medina merupakan salah satu hotel unggulan di Kabupaten Tanah Bumbu. Hotel yang berdiri di kawasan pesisir Pantai Pagatan itu memiliki 33 kamar ditambah beberapa ‘cotage’.
Lokasinya sangat strategis: di bibir Pantai Pagatan. Jika kita berdiri di bagian belakang hotel, pemandangan laut yang luas, suara ombak yang menggelegar, dan embusan angin laut bisa kita rasakan secara bersamaan.
Hotel itu juga kerap menjadi pusat kegiatan organisasi dan partai politik. Suasana pantainya memang tidak bisa ditemukan di hotel-hotel lain yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu.
Hari ini, MHM melalui Yayasan 69 merelakan hotel miliknya untuk dipinjamkan kepada Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu. Itu dilakukan untuk meringankan beban pemerintah dalam menangani penyebaran Covid-19 di Kabupaten Tanah Bumbu yang makin hari, situasinya terlihat makin mengkhawatirkan.
Keputusan itu disampaikan MHM setelah menggelar pertemuan terbatas bersama anggota DPR RI Syafruddin H. Maming, Bupati Tanah Bumbu Sudian Noor, Ketua DPRD Tanah Bumbu, Supiansyah, Kapolres Tanah Bumbu AKBP Sugianto Marweki, Sekda Rooswandi Salem dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah.
MHM mengatakan hotel itu akan dipinjamkan selama dibutuhkan oleh Pemkab Tanah Bumbu. Artinya, selagi wabah Covid-19 masih mengancam, hotel itu tetap akan beralih fungsi menjadi tempat karantina dan isolasi pasien berstatus orang dalam pengawasan (ODP). Namun, ODP yang dimaksud di situ adalah mereka yang masih mengalami gejala ringan.
Saat ini, pihak Yayasan 69 tengah mempersiapkan perubahan fungsi hotel untuk tetap memperhatikan standar dan aturan yang telah ditetapkan WHO.
Kepedulian semacam ini jelas amat berharga di tengah kondisi masyarakat yang mengalami berbagai penderitaan. Kita bisa melihat betapa berat perjuangan tenaga kesehatan dalam merawat mereka yang diduga terpapar virus. Berdasarkan catatan Tempo, setidaknya ada 24 dokter wafat karena Covid-19. Itu belum ditambah dengan tenaga kesehatan lainnya.
Suntikan semangat kepada tenaga medis dan pemerintah sangat diperlukan dalam situasi seperti saat ini. Jangan sampai ada lagi korban jatuh karena virus yang sampai hari ini sudah membunuh 75.299 jiwa di seluruh dunia.
Berdasarkan data Worldometers, sampai pukul 16.00 WIB, 7 April 2020, jumlah total kasus positif corona di seluruh dunia telah menyentuh angka 1.352.266 pasien. Di Indonesia, angkanya pun terus merangkak naik.
Hal-hal semacam ini tentu bisa menjadi contoh sekaligus menjadi pesan ajakan bagi siapa saja untuk bisa membantu sesama. Sebab, saat ini Indonesia sedang membutuhkan uluran tangan dari banyak orang, terutama mereka yang diberikan rezeki lebih dari Tuhan.
Jika hotel itu dipinjamkan selama 3 bulan, secara matematis kerugian yang diderita sang pemilik hotel luar biasa besar. Tapi kenapa MHM bersedia meminjamkan hotel yang mestinya masih bisa dimanfaatkan untuk menambah pundi-pundi rupiahnya?
Jawabannya hanya satu: rasa kemanusiaan.
*
Penulis adalah redaktur bakabar.com