Darurat Karhutla

Masyarakat Diimbau Tak Sulut Karhutla Makin Mengganas!

Juru Kampanye Pantau Gambut, Abil Salsabila mengimbau masyarakat agar tak menyulut api yang berakibat pada kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang semakin

Featured-Image
Cegah Karhutla, Pantau Gambut Desak Masyarakat Tak Ikut Keringkan Gambut. Foto: apahabar.com/Syahbani

bakabar.com, TANGERANG – Juru Kampanye Pantau Gambut, Abil Salsabila mengimbau masyarakat agar tak menyulut api yang berakibat pada kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang semakin mengganas. 

Sebab masyarakat berpotensi menjadi pelaku yang juga berkontribusi dalam membakar hutan dan lahan akibat pengeringan gambut. 

“Biasanya yang melakukan pengeringan di lahan gambut itu mayoritas pendatang atau mereka diperkenalkan komoditas tumbuhan dari luar,” kata Abil kepada bakabar.com, Selasa (3/10). 

Baca Juga: 17 Perusahaan Biang Keladi Karhutla di Kalimantan-Sumatera Terungkap!

Terlebih terdapat godaan bagi masyarakat untuk menanam komoditas sawit di lahannya yang ditaksir bernilai ekonomi tinggi, namun tak diiringi upaya meminimalisir pengeringan atau drainase. 

Sebab lahan yang berpotensi kering akan mudah terbakar lantaran tak mampu menampung air. 

Menurut Abil, umumnya masyarakat yang bermukim di sekitar lahan gambut memanfaatkan komoditas yang memang cocok dan adaptif di lahan gambut.

Adapun komoditas yang ramah dengan lahan gambut, antara lain: purun, kangkung, bayam air, pare, gambir, pakis-pakisan, gaharu, hingga kayu putih.

Baca Juga: Terkuak! Karhutla di Tapin 99 Persen Akibat Ulah Manusia

Ia mencontohkan, masyarakat di Papua menanam sagu dan nanas yang karakteristik tanamannya cocok di lahan gambut.

“Memang kita tidak bisa pungkiri bila itu terjadi. Sekarang yang sedang dilakukan oleh teman-teman Pantau Gambut adalah edukasi agar masyarakat beralih ke komoditas yang ramah dan adaptif di lahan gambut,” tuturnya.

Abil mengungkapkan, dampak pengeringan yang dilakukan masyarakat tidak sebesar efek yang ditimbulkan korporasi. Sebab wilayah yang dikelola masyarakat tidak sebesar perusahaan yang mengantongi izin konsesi.

Di sisi lain, lanjut Abil, komitmen perusahaan untuk taat regulasi masih minim. Regulasi terkait perusahaan yang beraktivitas di lahan gambut telah diatur dalam regulasi.

Baca Juga: Karhutla Terus Berulang, Pengamat: Kembalikan Lahan Gambut ke Fungsinya

Sebelumnya usai kebakaran besar membara dan menyala pada 2015, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 57/2016 yang merupakan revisi dari PP nomor 71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Rawa Gambut.

Salah satu kewajiban yang sering terlewat pada PP tersebut adalah tinggi muka air tanah yang lebih dari 40 cm di bawah permukaan gambut dapat merusak fungsi budidaya.  

Editor


Komentar
Banner
Banner