bakabar.com, JAKARTA - Vonis penjara 10 tahun dan denda uang pengganti senilai ratusan miliar kepada Mardani H Maming (MHM) menuai sorotan sejumlah pihak.
Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Kalimantan Selatan, Berry Nahdian Furqon, menanggapi jeratan hukum yang diberikan kepada MHM sebagai keputusan yang perlu dicermati ulang.
Menurut keterangan yang disampaikannya pada bakabar.com, ia menduga bisa saja hakim alpa mempertimbangkan fakta-fakta yang disampaikan dalam pembelaan.
"Bukan hanya terdapat fakta yang disampaikan dalam pembelaan, melainkan ada pula bukti bantahan terhadap tuntutan KPK," tegas pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah itu.
Berry meyakini bila MHM tidak melakukan tindakan melanggar hukum sebagaimana keputusan hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Jumat (10/2).
Di mana dalam keputusan yang dibacakan hakim menyatakan MHM dinilai bersalah melanggar pasal 12 huruf b junto pasal 18 nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Merespons hal itu, Berry justru melihat seperti ada semangat hakim bahwa setiap orang yang diajukan ke meja persidangan sebagai terdakwa mesti dinyatakan bersalah dan mesti dihukum.
"Tentunya tidak mesti demikian. Sejak dalam pikiran hakim sepatutnya independen dalam melihat fakta persidangan tanpa dipengaruhi asumsi bahwa setiap terdakwa harus bersalah," terang Berry.
Terkait hukuman yang harus ditanggung MHM yakni mendekam 10 tahun di penjara, Berry kembali menyesalkan putusan tersebut yang dianggapnya sebagai upaya penzaliman. Untuk itu, ia menegaskan bila mantan ketua HIPMI tersebut tidak harus dipenjarakan.
"MHM sepatutnya divonis bebas!" lugasnya saat menutup wawancara.
Seperti diwartakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin memvonis MHM 10 tahun penjara dengan uang denda pengganti senilai Rp110 miliar atas kasus gratifikasi peralihan izin pertambangan saat menjabat Bupati Tanah Bumbu.