Merdeka Dalam Keberagaman

Makna Kemerdekaan bagi Jemaat Rumah Doa Bekasi

"Tidak ada kemerdekaan itu. Bagi kami itu adalah satu contoh ternyata kita belum merdeka. Orang beribadah aja kok dilarang"

Featured-Image
Suasana penolakam rumah doa di Tambun. (Tangkapan layar akun Instagram @omheey)

"Tidak ada kemerdekaan itu. Bagi kami itu adalah satu contoh ternyata kita belum merdeka. Orang beribadah aja kok dilarang"

Mae Manah, BEKASI

BEGITULAH ungkapan Pendeta Ellyson Lase memaknai kemerdekaan Republik Indonesia yang memasuki usia ke-78.

Ungkapan demikian menjadi salah satu pengingat bahwa belum lama ini aksi intimidasi menimpa umat Kristen saat beribadah di Rumah Doa Cahaya Fajar Pengharapan di Graha Prima Baru, Blok S2, Mangunjaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.

Baca Juga: [EDITORIAL] Merdeka dalam Keberagaman

Tak disangka, pemaksaan untuk membubarkan kegiatan ibadah di rumah doa tersebut justru datang dari pengurus lingkungan atau RT dan RW setempat. Peristiwa itu terjadi pada Minggu, 18 Juni 2023.

Tepatnya 3 bulan lalu setelah mereka menyewa tempat itu untuk dijadikan Rumah Doa. Kabar pembubaran mencuat melalui video viral yang tersebar di media sosial.

Baca Juga: Meriahkan Kemerdakaan RI, 50 ODGJ di Bekasi Ikut Upacara

Dalam video itu tampak dua kelompok yakni umat Kristen dan warga sekitar terlihat saling adu mulut. “Jadi RT dan RW merasa keberatan ketika ada kegiatan umat Kristen itu,” ujar Ellyson kepada bakabar.com.

Rumah doa di bekasi
Suasana pembubaran umat kristiani di rumah doa, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. (Tangkapan layar Instagram @omheey)

Saat aksi pembubaran terjadi, pihak RT dan RW ternyata ikut mempermasalahkan terkait izin dari Rumah Doa Cahaya Fajar Pengharapan. Yang secara legalitas padahal telah mengantongi restu dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUP).

Ellyson tak mengerti apa maksud di balik pembubaran yang dilakukan pengurus lingkungan setempat. Padahal selama tiga bulan kegitan keagamaan berlangsung di rumah doa, semua berjalan baik-baik saja.

Sebagai informasi, Rumah Doa Cahaya Fajar Pengharapan sejatinya sudah berlangsung selama 5 tahun. Saat itu lokasinya berada di Graha Prima Baru Blok T, Mangunjaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Letaknya hanya yang berbeda satu blok dengan lokasi pada saat aksi pembubaran berlangsung.

"Selama 5 tahun berjalan kegiatan keagamaan umat Kristen di Rumah Doa Cahaya Fajar Pengharapan berjalan lancar," jelas Ellyson.

Baca Juga: Pemberantasan Radikalisme dan Intoleransi Legasi Baik Bagi Masa Depan Keindonesiaan

Bahkan hubungan dengan warga sekitar terbangun sangat hangat. Harmonis. Sampai-sampai, saat Ellyson berulang tahun, sejumlah warga sekitar berinisiatif membuat perayaan untuknya.

“Saya ulang tahun aja RT yang merayakan. Satu RT merayakan, semua ibu-ibu bawa makanan masing-masing kita makan bersama,” terangnya.

Dokumentasi saat Pdt Ellyson berulang tahun
Dokumentasi saat Pdt Ellyson berulang tahun, sejumlah warga sekitar berinisiatif membuat perayaan untuknya. Foto: Pdt Ellyson untuk bakabar.com

Seiring waktu yang terus bergulir, Ellyson tidak bisa memastikan seperti apa perkembangan selanjutnya. Ternyata banyak hal bisa terjadi, termasuk perubahan pola pikir masyarakat.

Hingga pada suatu titik, intimidasi terhadap umat Kristen di Rumah Doa Fajar Pengharapan ternyata harus dialami. Beruntung, ujung dari penolakan warga telah berakhir secara damai.

Meskipun berakhir damai, Ellyson mengungkapkan pasca-peristiwa itu umat Kristen tidak lagi nyaman saat melakukan kegiatan keagamaan di Rumah Doa Fajar Pengharapan.

Baca Juga: Polemik Rumah Ibadah Terjadi di Solo, Gibran Turun Tangan

“Karena kegiatan agamawi dan kami ini sebagai golongan minoritas, apapun ceritanya, kenyamanan dan keamanan itu sudah tidak bisa terjamin lagi. Walaupun sudah ada perdamaian,” ujarnya.

Kini, mereka memilih melaksanakan kegiatan keagamaan di sebuah ruko bernama Jemaat Rajawali yang beralamat di Jalan Cut Mutia, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi. Adapun rumah doa saat ini jaraknya cukup jauh dari lokasi sebelumnya.

Kemerdekaan Beragama yang Sulit

Sebagai golongan minoritas, Ellyson memaparkan saat ini tidak ada lagi makna kemerdekaan yang terlihat, terutama dalam urusan beragama. Menurutnya, yang terjadi saat ini justru adanya paham-paham atau orang-orang tertentu yang merusak keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Jadi dia akan menyusup masuk dan memberikan pemahaman-pemahaman baru kepada orang Indonesia khususnya dalam segi agama," ujar Ellyson.

"Kita dikatakan sudah merdeka, kalau bagi saya kemerdekaan ini sudah tidak ada maknanya lagi, bahkan yang terjadi sekarang pun orang mulai mengubah-ubah sejarah."

Baca Juga: Menteri ATR Teken MoU dengan MUI Terkait Tanah untuk Rumah Ibadah

Hal itu kemudian membuat kesatuan dan keutuhan Indonesia menjadi terpecah belah. Sebagai contoh, Ellyson kembali menceritakan peristiwa yang dialaminya terkait pembubaran ibadah umat Kristen.

“Dengan datang begitu, demo seperti itu kan penjajahan namanya,” tegasnya. Ellyson juga menyinggung soal keputusan pemerintah yang masih mempertahankan SKB 2 Menteri tentang pendirian rumah ibadah.

Ultah Pdt Ellyson dirayakan oleh warga setempat, sebagi bentuk kerukunan antarumat beragama. Foto: Pdt Ellyson untuk bakabar.com
Ultah Pdt Ellyson dirayakan oleh warga setempat, sebagi bentuk kerukunan antarumat beragama. Foto: Pdt Ellyson untuk bakabar.com

Di mana SKB 2 Menteri ini mengatur berbagai persyaratan yang harus dipenuhi sebelum rumah ibadah dibangun. Salah satu syaratnya adalah harus menyerahkan 90 daftar nama pengguna rumah ibadah yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk (KTP) dan juga harus mendapat dukungan dari 60 warga setempat, kemudian disahkan oleh lurah atau kepala desa.

“Menurut saya sebagai pendeta harus meminta izin tetangga kiri kanan itu udah enggak benar. Lah ini orang kok beribadah minta izin ke tetangga,” kata Ellyson sembari mengangkat bahu.

Karena itu, Ellyson sangat menyayangkan sikap pemerintah yang seharusnya menjadi pemersatu rakyat. Ternyata menjadi salah satu pihak yang berperan dalam perampasan hak beragama.

Baca Juga: Polemik Pendirian Rumah Ibadah Cilegon, MUI: Ulama Sepakat Tak Boleh Halangi

“Jadi tidak ada kemerdekaan itu. Bagi kami itu adalah satu contoh, ternyata kita belum merdeka. Orang beribadah aja kok dilarang," tegasnya. "Sampai kapan Indonesia ini dinyatakan merdeka dengan sebenar-benarnya?"

Kendati demikian, Ellyson tetap berharap, di momentum perayaan kemerdekaan Republik Indonesia ke 78 tahun, keadaan Indonesia, baik masyarakat dan pemerintah bisa bersama-sama kembali memahami arti penting dari kebebasan menjalankan tata ibadah agama.

“Agama itu adalah pribadi masing masing, tetapi beragama itu bagaimana kita bisa hidup rukun dengan tetangga dengan lingkungan,” tandasnya.

Terkait viralnya aksi pembubaran saat proses kebaktian ibadah, Ellyson memastikan bahwa kasus tersebut telah diselesaikan secara musyawarah, 21 Juni 2023.

"Kesalahpahaman antara saya sendiri dengan pak RT sudah diselesaikan dalam musyawarah, saya sampaikan kepada kita semua bahwa kegiatan pelaksanaan ibadah dilaksanakan seperti biasanya," pungkasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner