Teddy Minahasa

LPSK Temui AKBP Dody dkk, Tim Penasihat Hukum Harap Permohonan Dikabulkan

kasus narkoba AKBP Dody Prawiranegara dan kawan-kawan memastikan LPSK

Featured-Image
Irjen Teddy Minahasa. Foto-Tv One News

bakabar.com, JAKARTA - Tim penasihat hukum tersangka kasus narkoba AKBP Dody Prawiranegara dan kawan-kawan memastikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menemui kliennya dalam rangka permohonan perlindungan dan juctice collaborator (JC).

Petugas LPSK itu menemui langsung Dody dkk di Polres Jakarta Selatan dan melakukan pertemuan selama 4 jam.

“Pertemuan itu dari siang hingga sore. Setelah itu, petugas LPSK itu menyatakan berkas lengkap,” tutur Adriel Viari Purba, Koordinator Tim Penasihat Hukum AKBP Dody dkk dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (6/11).

Adriel menuturkan meski pihak LPSK telah menyatakan berkas lengkap, tapi mereka masih akan menelaah dan mendalami lagi sebelum menetapkan keputusan akhir. "Kami berharap proses pendalaman dan penelaahan bisa berjalan lancar dan cepat serta permohonan klien kami dikabulkan," ujar Adriel.

Baca Juga: Kuasa Hukum AKBP Dody: Teddy Minahasa ‘Otak’ dari Kasusnya!

Menurut Adriel permohonan perlindungan dan sebagai JC untuk kliennya penting mengingat tersangka lainnya seperti Teddy Minahasa masih berstatus sebagai jenderal aktif. Dengan kata lain, kliennya akan kesulitan mengungkap kebenaran perkara ini apabila tidak dijadikan sebagai JC dan mendapatkan perlindungan dari LPSK.

“Seperti kasus sebelum ini, ada kesulitan menyelesaikan kasus yang melibatkan pimpinan dan bawahan. Soalnya seperti kata Pak Menko Polhukam (Mahfud MD) ada hambatan psiko-hirarki (posisi Teddy dan Dody adalah pimpinan-bawahan) dan psiko-politis (sebagai jenderal aktif, Pak Teddy masih memiliki jejaring yang luas). Itu sebabnya, kami sungguh berharap kepada LPSK dan pejabat negeri ini untuk memberi perhatian lebih terhadap kasus ini,” tutur Adriel.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kata Adriel, syarat untuk menjadi JC di antaranya bukan menjadi pelaku utama dalam perkara atau kejahatan tersebut. Juga keterangan saksi pelaku atau JC dinilai penting untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.

“Dan, JC itu bisa tersangka, terdakwa atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana yang sama,” ungkap Adriel.

Baca Juga: Resmi! Hotman Paris Jadi Pengacara Irjen Teddy Minahasa

Berdasarkan UU itu, kata Adriel, setelah mendengar keterangan kliennya, maka AKBP Dody dkk dinilai bukan pelaku utama dalam perkara ini. Ada beberapa indikasi yang menggambarkan hal itu, antara lain perintah yang diterima kliennya dan setelah perkara ini masuk dalam proses penyidikan, ada upaya-upaya oleh pihak-pihak tertentu menghalangi klien dan keluarganya untuk menerangkan secara terang benderang perkara ini.

“Kami yakin AKBP Dody dkk memiliki keterangan yang bisa membongkar perkara ini secara terang benderang. Karena itulah kami mengajukan permohonan JC sekaligus perlindungan kepada LPSK. Kami berharap LPSK bisa mengabulkan permohonan dari klien kami ini agar pengungkapan kasus ini bisa dilakukan secara transparan,” tutup Adriel.

Awal Penangkapan

Sebelumnya, perkara ini bermula dari penangkapan Polres Jakarta Pusat terhadap seorang HE dan MS dengan barang bukti sabu yang dikemas dalam dua buah kantong plastik. Totalnya 44 gram. Setelah dikembangkan, HE dan MS mendapatkan sabu dari seseorang bernama Abeng.

Setelah Abeng ditangkap, maka diakui sabu itu diperoleh dari petugas Polsek Kalibaru, Tanjung Priok, Ajun Inspektur Dua Achmad Darmawan (AD). Dalam pengembangan, AD mengakui dapat sabu dari Kapolsek Kalibaru Komisaris Kasranto. Untuk mendapatkan barang sabu itu, Kasranto mengaku berhubungan dengan anggota dari Satuan Narkoba Polres Jakarta Barat Ajun Inspektur Satu Janto S.

Setelah semuanya diusut, maka perkara ini berawal dari penukaran sabu hasil pengungkapan kasus narkoba oleh Polda Sumatera Barat pada Mei 2022 dengan barang bukti 41,4 kilogram senilai Rp 62,1 miliar. Ketika itu, Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa memerintahkan Dody mengganti 5 kilogram sabu tersebut dengan tawas. Perintah lainnnya sabu itu agar diserahkan kepada Linda Pudjiastuti untuk dijual.

Teddy Minahasa

Atas perbuatannya, para tersangka, termasuk Teddy Minahasa, dijerat Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati atau hukuman minimal 20 tahun penjara.

Editor


Komentar
Banner
Banner