Politisi ini tidak paham kalau di media sosial, semua orang berposisi sama. Tak ada identitas yang pasti di situ. Tak ada istilah usia dan status sosial. Malah orang bisa memilih berbagai foto dan avatar, kemudian menyebut itu dirinya.
Orang bisa saja mengaku laki-laki atau perempuan. Semua orang punya ruang yang sama untuk saling sapa dan berinteraksi. Siapa yang paham interaksi medsos, akan lebih disukai banyak orang.
Jangan juga mengira popularitas Anda di dunia nyata akan berlaku sama di media sosial. Itu sih keliru besar. Di media sosial, semua orang sama.
Yang disukai adalah pihak yang bisa mencerahkan, memberi inspirasi, dan memperlakukan semua orang lain secara wajar dan berinteraksi. Anda tak bisa menuntut orang lain untuk menanggapi semua postingan Anda hanya karena Anda orang hebat di dunia nyata.
Ketiga, ada anggapan media sosial gampang dikuasai. Dipikirnya, cukup rajin posting, maka dirinya akan populer. Biarpun Anda bikin postingan sampai lebih dari sepuluh dalam satu hari, tidak ada jaminan Anda akan populer.
Belum tentu orang akan menyukai apa pun yang Anda bagikan. Di media sosial, semakin sering postingan Anda disukai dan dibagikan, maka popularitas Anda akan semakin besar. Demikian algoritma media sosial bekerja.
Jangan juga kaget melihat seorang “anak kemarin sore” tiba-tiba jadi seleb di media sosial. Padahal, postingannya biasa-biasa saja. Palingan hanya kegiatan sehari-hari. Kok bisa populer? Sebab anak kemarin sore itu tahu siapa pengikutnya di media sosial.
Dia kenali siapa pasarnya dan bisa menyediakan konten yang sesuai dengan kebutuhan pasarnya itu. Dia bisa membaca pasar, lalu menampilkan karakter dirinya sesuai dengan yang dibutuhkan pasar. Dia tahu cara memenangkan wacana di media sosial.
Kerja-kerja di media sosial tidaklah instan. Bahkan ketika kita membayar untuk sponsor dan iklan facebook, tetap saja tak ada jaminan apa yang kita tulis akan disukai dan dibagikan, jika kontennya memang tidak menarik. Artinya, hal terpenting untuk dikelola adalah konten. Semakin menarik, maka semakin besar potensi untuk disukai dan dibagikan.
Popularitas di media sosial juga tidak diukur dari berapa banyak posting. Bukan juga dari berapa banyak biaya yang kita keluarkan. Popularitas selalu terkait dengan seberapa jauh kita bisa menyentuh hati orang lain, seberapa dalam kita membuka wawasan, serta meninggalkan jejak di hati orang lain. Langkah ini jelas tidak mudah. Orang-orang butuh proses yang perlahan-lahan hingga akhirnya menjadi tetes air yang bisa menembus batu.